Iklan

Meneruskan Ajaran Ki Hadjar Dewantara

syamsul kurniawan
Friday, February 28, 2025
Last Updated 2025-03-02T08:50:28Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates


 

Oleh: Syamsul Kurniawan


Pendidikan adalah pilar utama dalam membebaskan peserta didik dari kebodohan dan pembodohan, serta menjadi agen perubahan yang berkelanjutan. Dalam konteks ini, ajaran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan yang memerdekakan masih sangat relevan, terutama ketika dunia semakin dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan perubahan sosial. Pembelajaran yang tidak hanya menekankan aspek kognitif, tetapi juga nilai-nilai luhur yang diwarisi dari jati diri bangsa, menjadi landasan untuk menghadapi tantangan dunia pendidikan di abad ke-21.


Ajaran Ki Hadjar Dewantara yang terkenal dengan filosofi "Ing ngarsa sung tulada, Ing madya mangun karsa, Tut Wuri Handayani" mengajarkan pentingnya kebebasan belajar yang penuh arah dan tujuan. Sebagai seorang tokoh pendidikan nasional, beliau memandang pendidikan bukan sekadar mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi lebih pada membentuk karakter dan moral yang selaras dengan kodrat manusia sebagai makhluk yang unik. Dalam konteks ini, pendidikan bukan hanya soal menguasai keterampilan praktis atau teknis, tetapi juga mengembangkan potensi-potensi kecerdasan yang dimiliki setiap individu.


Keunikan manusia terletak pada kecerdasannya yang beragam. Konsep multiple intelligences yang diperkenalkan oleh Howard Gardner menjadi penting untuk dipahami dalam penerapan pendidikan yang memerdekakan. Kecerdasan manusia tidak bersifat tunggal, tetapi terbagi dalam berbagai dimensi: linguistik, logis, intrapersonal, interpersonal, musik, visual, kinestetik, natural, eksistensial, dan lain-lain. Setiap individu memiliki kecerdasan yang berbeda-beda, dan pendidikan yang memerdekakan harus mampu memberikan ruang bagi setiap peserta didik untuk mengembangkan kecerdasannya sesuai dengan fitrahnya.


Menurut Ki Hadjar Dewantara, pendidikan yang memerdekakan bukan hanya memberikan kebebasan berpikir, tetapi juga memberikan kebebasan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki oleh masing-masing peserta didik. Hal ini sejalan dengan perkembangan pendidikan modern yang mengutamakan pendekatan yang lebih personal, di mana siswa diharapkan bisa menemukan cara belajar yang paling sesuai dengan gaya dan potensi kecerdasannya. Oleh karena itu, pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang memperhatikan keunikan setiap individu, memberi mereka ruang untuk bereksplorasi dan mengembangkan potensi tanpa terbebani oleh sistem pendidikan yang kaku.


Dalam dunia yang semakin berkembang pesat ini, pendidikan harus dapat menumbuhkan kesadaran bahwa setiap individu adalah unik dan memiliki potensi luar biasa untuk berkontribusi pada masyarakat. Pendidikan yang mengutamakan pengembangan kecerdasan ganda ini memberi kesempatan bagi peserta didik untuk mengeksplorasi berbagai bidang ilmu dan keterampilan. Ini menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, di mana setiap orang dapat berperan sesuai dengan kekuatan dan potensi mereka masing-masing.


Menyambut Tantangan Dunia yang Terus Berubah


Sebagai suatu aliran pemikiran dalam pendidikan, progresivisme menekankan bahwa manusia dan lingkungannya senantiasa berubah. Progresivisme memandang bahwa pendidikan harus menyesuaikan dengan perubahan zaman, di mana siswa tidak hanya diberikan pengetahuan, tetapi juga keterampilan yang relevan untuk menghadapi tantangan masa depan. Progresivisme mengutamakan eksperimen dan pembelajaran berbasis masalah, di mana siswa didorong untuk menemukan solusi sendiri melalui berbagai kompetensi yang mereka miliki.


Pendekatan progresivisme sangat relevan dengan ajaran Ki Hadjar Dewantara yang mengutamakan kebebasan berpikir dan mandiri dalam menghadapi masalah. Ki Hadjar Dewantara mengajarkan bahwa pendidikan haruslah berorientasi pada perkembangan individu, bukan hanya pada transfer ilmu pengetahuan. Dengan memberikan kebebasan bagi siswa untuk bereksperimen dan mengembangkan solusi terhadap masalah yang ada, pendidikan dapat mengakomodasi perkembangan kreativitas dan potensi diri yang unik pada setiap siswa.


Namun, kebebasan yang dimaksud oleh Ki Hadjar Dewantara tidak berarti kebebasan tanpa arah. Ki Hadjar Dewantara menekankan pentingnya arah yang jelas dalam pendidikan, yaitu mengembangkan karakter dan moral yang luhur sesuai dengan jati diri bangsa. Dalam hal ini, progresivisme yang mengutamakan kebebasan untuk bereksperimen harus tetap berlandaskan pada nilai-nilai yang terkandung dalam budaya bangsa dan sejarah pendidikan nasional. Pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang memberi kebebasan untuk berkembang, namun tetap berada dalam koridor nilai-nilai luhur yang dapat membentuk karakter yang baik bagi peserta didik.


Era digital telah membawa dampak signifikan terhadap dunia pendidikan, termasuk dalam cara pembelajaran diselenggarakan. Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah mengubah tatanan pendidikan secara drastis. Pembelajaran yang dulunya berbasis tatap muka kini beralih menjadi pembelajaran berbasis digital, yang semakin memudahkan akses informasi dan sumber belajar. Pandemi COVID-19 semakin mempercepat transformasi ini, di mana pembelajaran jarak jauh (e-learning) menjadi solusi utama dalam menghadapi tantangan belajar di tengah pandemi.


Namun, meskipun teknologi memberi banyak kemudahan, hal ini juga memunculkan tantangan baru dalam dunia pendidikan. Salah satunya adalah kesenjangan digital yang dapat menghambat akses peserta didik untuk mendapatkan pendidikan berkualitas. Tidak semua siswa memiliki fasilitas yang memadai untuk mengikuti pembelajaran digital, sehingga perlu ada upaya lebih dalam pemerataan teknologi dan akses pendidikan di seluruh lapisan masyarakat.


Di sisi lain, penggunaan teknologi dalam pendidikan juga menuntut pendidik untuk menguasai keterampilan digital. Pendidik bukan hanya sebagai pengajar, tetapi juga sebagai fasilitator yang mengarahkan siswa dalam menggunakan teknologi sebagai alat untuk belajar. Oleh karena itu, penguasaan teknologi menjadi salah satu soft skill yang wajib dimiliki oleh pendidik di abad ke-21. Teknologi harus digunakan untuk mendukung proses belajar, bukan menggantikan peran pendidik dalam membimbing peserta didik.


Namun, dalam menghadapi perubahan ini, pendidikan yang memerdekakan tidak boleh kehilangan esensinya. Meskipun teknologi dapat mempermudah akses informasi, pendidikan harus tetap berfokus pada pengembangan karakter dan potensi manusia. Oleh karena itu, pendidikan yang berbasis teknologi harus mampu mengintegrasikan nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara, yaitu memberikan kebebasan berpikir dan berkreasi tanpa melupakan arah yang jelas dalam pengembangan karakter.


Kecuali itu, di tengah revolusi industri 4.0, globalisasi membawa dampak besar tidak hanya di bidang teknologi, tetapi juga di bidang sosial, ekonomi, dan hukum. Disrupsi yang ditimbulkan oleh teknologi dan perubahan sosial ini mengubah tatanan dunia secara drastis, mengarah pada terbentuknya masyarakat yang serba cepat, efisien, dan otomatis. Dalam konteks ini, lahir konsep Society 5.0, sebuah tatanan masyarakat yang berfokus pada manusia (human-centered) dan memanfaatkan teknologi untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari.


Society 5.0 hadir sebagai respons terhadap degradasi peran manusia akibat kemajuan teknologi, di mana robot dan kecerdasan buatan mulai menggantikan banyak pekerjaan manusia. Namun, meskipun teknologi menjadi pusat perkembangan, Society 5.0 tetap mengedepankan kepentingan dan kesejahteraan manusia. Ini sejalan dengan ajaran Ki Hadjar Dewantara yang memandang pendidikan sebagai sarana untuk membebaskan dan memanusiakan peserta didik, bukan hanya menjadikan mereka mesin yang hanya tahu cara bekerja, tetapi juga manusia yang tahu cara hidup dengan bijak.


Pendidikan yang memerdekakan menurut Ki Hadjar Dewantara selayaknya mampu menjawab tantangan globalisasi dan perubahan zaman ini. Dengan mengajarkan nilai-nilai moral, karakter, dan kebijaksanaan dalam menghadapi kehidupan, pendidikan dapat melahirkan manusia yang tidak hanya unggul dalam aspek teknis, tetapi juga memiliki kemampuan untuk mempertahankan nilai-nilai kemanusiaan di tengah arus perubahan yang begitu cepat. Inilah yang menjadi tantangan terbesar bagi dunia pendidikan saat ini: bagaimana mendidik manusia yang siap menghadapi perubahan tanpa kehilangan arah dan tujuan hidup yang bermakna.


Pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang tidak hanya mengembangkan aspek kognitif peserta didik, tetapi juga mengembangkan aspek afektif dan psikomotoriknya. Pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang menyentuh jiwa, yang mampu menginspirasi peserta didik untuk berani mengejar cita-cita mereka, mengembangkan potensi unik yang dimiliki, dan menjadi pribadi yang berkarakter. Dengan demikian, pendidikan yang memerdekakan bukan hanya soal memberikan pengetahuan, tetapi juga tentang memberikan bekal untuk hidup dengan penuh makna dan memberi kontribusi positif bagi masyarakat dan bangsa.


Pendidikan yang memerdekakan seperti yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara harus menjadi pondasi untuk menghadapi dunia yang semakin kompleks. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai luhur bangsa, mengembangkan potensi kecerdasan yang beragam, serta memberi kebebasan untuk bereksperimen, pendidikan kita dapat menyiapkan generasi yang mampu menghadapi tantangan global dengan bijak, kreatif, dan berbudi pekerti luhur. Sehingga, pendidikan tidak hanya menjadi alat untuk mencetak individu yang cerdas secara intelektual, tetapi juga manusia yang cerdas dalam aspek moral, sosial, dan emosional yang dapat berkontribusi pada kemajuan bangsa.


Dengan memadukan ajaran Ki Hadjar Dewantara yang memandang pendidikan sebagai sarana untuk membentuk karakter dan moral, serta tantangan zaman yang semakin berkembang pesat, kita dapat menyadari bahwa pendidikan harus memiliki tujuan yang lebih besar. Tujuan itu adalah menciptakan manusia yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bijaksana, penuh empati, dan sadar akan peranannya dalam masyarakat. Dalam menghadapi arus globalisasi, pendidikan yang memerdekakan memiliki peran yang tak tergantikan untuk menghasilkan generasi yang tidak hanya siap dengan kecerdasan teknis, tetapi juga memiliki pemahaman yang dalam terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan kebangsaan.


Menjaga Esensi Pendidikan di Tengah Perubahan Zaman


Pendidikan yang memerdekakan, sebagaimana yang diajarkan Ki Hadjar Dewantara, bukanlah sebuah konsep yang terpisah dari perkembangan zaman. Justru, pendidikan yang sejati adalah pendidikan yang dapat beradaptasi dengan perubahan zaman, tanpa kehilangan esensinya. Pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang mengutamakan kebebasan berpikir, berkreasi, dan berkembang, namun tetap memiliki arah yang jelas untuk membentuk pribadi yang berkarakter, jujur, dan peduli terhadap sesama.


Dalam konteks ini, teknologi yang hadir di era digital tidak harus dilihat sebagai ancaman, melainkan sebagai alat yang dapat digunakan untuk memperkaya dan mempercepat proses pembelajaran. Pembelajaran berbasis teknologi, jika diterapkan dengan bijak, dapat menjadi sarana untuk mencapai tujuan pendidikan yang lebih inklusif, kreatif, dan efektif. Namun, dalam menerapkan teknologi dalam pendidikan, kita tetap harus menjaga agar nilai-nilai moral dan etika tetap menjadi fokus utama dalam setiap proses pembelajaran.


Dengan demikian, pendidikan yang memerdekakan tetap relevan, meskipun dunia terus berubah. Ki Hadjar Dewantara mengajarkan bahwa pendidikan yang sejati adalah pendidikan yang dapat membimbing setiap individu untuk memahami dirinya sendiri, mengetahui tujuannya dalam hidup, dan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat. Pendidikan yang memerdekakan adalah pendidikan yang memungkinkan setiap peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya, dengan keseimbangan antara kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.


Sebagai penutup, pendidikan yang memerdekakan, seperti yang digagas oleh Ki Hadjar Dewantara, adalah pendidikan yang tidak hanya berfokus pada penguasaan ilmu pengetahuan, tetapi juga pada pembentukan karakter yang baik, pengembangan potensi diri, dan pemahaman akan peran kita dalam masyarakat. Dalam menghadapi tantangan dunia yang semakin kompleks, pendidikan harus dapat mengadaptasi diri dengan perubahan, terutama dengan kemajuan teknologi. Namun, esensi dari pendidikan yang memerdekakan tidak boleh dilupakan, yaitu memberikan kebebasan untuk berpikir, berkreasi, dan berkembang, namun tetap berada dalam koridor nilai-nilai luhur yang menjunjung tinggi kemanusiaan dan kebangsaan. Dengan demikian, pendidikan akan selalu menjadi sarana untuk memerdekakan manusia dari segala keterbatasan dan membawa mereka menuju kehidupan yang lebih baik, penuh makna, dan berbudi pekerti luhur.***

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Trending Now