Oleh: Syamsul Kurniawan
DI ZAMAN yang disebut hyperreality, di
mana kita sering kali terjebak antara kenyataan dan representasi digital,
kebiasaan membaca menjadi sebuah oase yang langka. Dunia di sekitar kita
menawarkan simulasi yang begitu menarik, menggoda kita untuk menyelam lebih
dalam ke dalam konten-konten instan yang cepat dan mudah dijangkau. Media
sosial, video singkat, dan bahkan iklan yang semakin agresif mengubah cara kita
berinteraksi dengan dunia, bahkan mempengaruhi cara kita belajar. Namun, di
tengah semuanya itu, kebiasaan membaca menyodorkan kita sebuah peluang untuk
berhenti sejenak, menarik napas, dan memasuki ruang berpikir yang lebih dalam.
Di dunia yang penuh dengan
distraksi ini, kita sering kali lupa bahwa setiap informasi yang kita terima
seharusnya tidak hanya dibaca dan diterima begitu saja. Kita harus berhenti
sejenak untuk merenung dan memahami apa yang kita baca, mengkaji lebih dalam,
dan menemukan keterkaitannya dengan hidup kita. Itulah esensi dari membaca:
bukan hanya sekadar menyerap informasi, tetapi juga mengolahnya, memaknai
setiap kata dan kalimat yang tertulis. Buku adalah ruang di mana kita bisa
merenung lebih lama, menilai perspektif baru, dan melihat dunia dengan cara
yang lebih mendalam.
Kebiasaan kecil yang terarah
dan konsisten menjadi kunci di sini. Dalam Atomic Habits (2018) karya James Clear, dia menekankan
bahwa perubahan besar dimulai dari langkah-langkah kecil yang dilakukan dengan
konsisten. Ini adalah prinsip yang sangat relevan dalam konteks dunia yang
terus berubah ini. Setiap hari kita menghadapi gangguan yang sama—dari media
sosial, aplikasi game, hingga notifikasi yang datang silih berganti—semua ini
berusaha menarik perhatian kita dari tujuan utama kita. Namun, justru dengan
kebiasaan kecil yang terus menerus, kita bisa melawan arus distraksi ini dan
menjaga fokus pada tujuan yang lebih besar.
Bukan hanya sekadar fokus pada
tujuan akademik, tetapi juga pada pembentukan karakter yang lebih kuat.
Kebiasaan membaca, meskipun terlihat sederhana, adalah sarana untuk memperkuat
moral dan intelektual seseorang. Seperti yang ditekankan oleh para pemikir
besar sepanjang sejarah, pembentukan karakter bukanlah sesuatu yang instan. Ia
dibangun melalui pengulangan tindakan baik yang dilakukan setiap hari. Hal
inilah yang juga diajarkan oleh Ibnu Khaldun, meskipun dalam konteks berbeda.
Ia mengingatkan bahwa pendidikan sejati adalah pendidikan yang membentuk
karakter, yang berkembang melalui kebiasaan baik yang dimulai dari hal-hal
kecil dan sederhana.
Kebiasaan membaca, meskipun
sederhana, adalah bagian dari kebiasaan baik yang lebih besar. Mengulangi
bacaan atau mencatat poin-poin penting dari bacaan adalah praktik yang membantu
memadukan pengetahuan dengan pemahaman yang mendalam. Dengan kebiasaan ini,
kita tidak hanya memperkaya diri dengan informasi baru, tetapi juga membentuk
pola pikir yang lebih kritis dan reflektif. Kebiasaan ini mengajarkan kita
untuk tidak hanya menerima apa yang ada, tetapi untuk terus bertanya, terus
mengkritisi, dan mencari pemahaman yang lebih dalam tentang dunia.
Namun, kebiasaan ini tidak
datang begitu saja. Untuk menciptakan kebiasaan membaca yang berkelanjutan,
kita harus mulai dengan langkah kecil. Salah satu strategi yang bisa diterapkan
adalah habit stacking yang dijelaskan oleh James Clear dalam bukunya.
Ini adalah teknik menghubungkan kebiasaan baru dengan kebiasaan yang sudah ada,
sehingga kebiasaan baru tersebut bisa lebih mudah diterima. Misalnya, setelah
membaca artikel atau modul belajar, kita bisa melanjutkan dengan beberapa menit
refleksi atau menulis jurnal untuk merangkum apa yang baru saja kita pelajari.
Dalam konteks ini, muhasabah atau introspeksi adalah alat yang sangat
berguna untuk membantu kita merenungkan dan memperdalam pemahaman kita tentang
bacaan tersebut.
Tidak hanya itu, teknologi
modern juga bisa berperan dalam membentuk kebiasaan membaca ini. Aplikasi
pengingat atau platform manajemen tugas bisa menjadi cue atau isyarat
untuk memulai rutinitas membaca. Dengan bantuan teknologi, kita bisa
mempermudah proses pembentukan kebiasaan, mulai dari mengingatkan kita untuk
membaca beberapa halaman setiap hari hingga memantau kemajuan kita dalam
membentuk kebiasaan tersebut. Namun, seperti yang diingatkan oleh para pemikir
besar, teknologi harus digunakan dengan bijak, untuk mendukung, bukan
menggantikan, kebiasaan baik yang kita bangun.
Apa Tantangannya?
Di dunia yang penuh distraksi
digital, tantangan terbesar adalah menciptakan lingkungan yang mendukung
kebiasaan baik. Salah satu konsep yang sangat relevan di sini adalah environment
design, yaitu menciptakan ruang belajar yang bebas dari gangguan digital,
sehingga memungkinkan kita untuk benar-benar fokus pada proses pembelajaran.
Dengan menciptakan ruang yang mendukung, kita bisa meminimalkan distraksi dan
membuat kebiasaan membaca menjadi lebih mudah diterapkan. Ini adalah tantangan
yang kita hadapi di era hyperreality, di mana lingkungan sekitar kita
penuh dengan gangguan yang bisa mengalihkan perhatian kita dari tujuan yang
lebih mendalam.
Salah satu konsep yang penting
dalam Atomic Habits adalah compound effect, yaitu efek
berantai dari kebiasaan kecil yang dilakukan secara konsisten. Kebiasaan kecil
yang dilakukan setiap hari akan memberikan dampak besar dalam jangka panjang.
Dalam konteks kebiasaan membaca, ini berarti bahwa membaca beberapa halaman
setiap hari akan memberikan dampak besar pada pengetahuan dan pemahaman kita
seiring berjalannya waktu. Ini juga berlaku untuk pembentukan karakter. Setiap
tindakan baik yang kita lakukan, meskipun tampak kecil, akan membentuk pola
pikir dan kebiasaan yang lebih besar.
Namun, yang lebih penting lagi
adalah bagaimana kebiasaan ini berhubungan dengan karakter. Di dunia yang
semakin digital ini, di mana informasi dan representasi sering kali kabur dan
menyesatkan, kebiasaan membaca adalah cara untuk mempertahankan kebenaran dan
kejelasan. Ketika kita membaca, kita tidak hanya menyerap informasi, tetapi
kita juga membentuk pemahaman yang lebih dalam tentang dunia dan diri kita
sendiri. Membaca adalah cara untuk memperkuat dasar moral kita, agar tidak
mudah terbawa oleh arus kebohongan dan manipulasi yang begitu mudah tersebar di
dunia maya.
Di sisi lain, perkembangan
positif masyarakat Indonesia dalam hal kegemaran membaca juga perlu mendapat
perhatian. Laporan dari Perpustakaan Nasional Indonesia (Perpusnas RI)
menunjukkan adanya peningkatan signifikan dalam tingkat kegemaran membaca masyarakat
Indonesia. Nilai Indeks Pembelajaran Literasi Masyarakat (IPLM)
meningkat sebesar 5,9% pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya, sebuah
pencapaian yang melampaui target yang ditetapkan. Hal ini menunjukkan bahwa
meskipun ada banyak distraksi digital yang mengganggu, masyarakat Indonesia,
khususnya para siswa, mulai menunjukkan kesadaran pentingnya membaca dan
mengejar pengetahuan dengan cara yang lebih mendalam dan berkelanjutan.
Keberhasilan ini tidak terlepas
dari upaya sistematis dalam mengintegrasikan kebiasaan membaca ke dalam
kehidupan sehari-hari, baik melalui pendidikan formal maupun kegiatan membaca
mandiri. Semakin banyak siswa yang menyadari bahwa membaca bukan hanya untuk
mendapatkan nilai akademik, tetapi juga untuk memperkaya diri dan memperdalam
pemahaman tentang dunia. Kebiasaan ini membantu mereka mengembangkan pola pikir
kritis yang diperlukan untuk menghadapi tantangan global, di mana informasi
begitu melimpah, namun tidak semua informasi dapat dipercaya.
Kebiasaan kecil, seperti
membaca beberapa halaman setiap hari atau menulis jurnal reflektif setelah
pelajaran, memiliki dampak yang besar dalam membentuk karakter dan meningkatkan
kualitas pembelajaran. Ini bukan hanya tentang pencapaian akademik, tetapi
tentang bagaimana kebiasaan-kebiasaan tersebut membentuk pola pikir yang lebih
kritis dan reflektif. Kebiasaan membaca membantu siswa untuk tidak hanya
menghafal informasi, tetapi juga untuk memahami dan merenungkannya, sehingga
mereka dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata.
Dengan mengadopsi kebiasaan
kecil ini, seperti yang dijelaskan dalam Atomic Habits, dan didukung
oleh pemikiran tentang pendidikan moral, kita dapat membentuk individu yang
tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga teguh secara moral. Di era hyperreality,
di mana distraksi digital menjadi ancaman nyata bagi fokus dan produktivitas,
kebiasaan membaca menjadi senjata yang ampuh untuk mempertahankan fokus dan
integritas. Kebiasaan membaca akan memberikan dampak jangka panjang, membentuk
individu yang mampu berpikir kritis, menganalisis informasi dengan bijak, dan
menjaga nilai-nilai moral dalam menghadapi dunia yang semakin kompleks dan
penuh dengan distraksi.
Pada akhirnya, pendidikan yang
menggabungkan teknologi dengan kebiasaan kecil yang konsisten akan memberikan
dampak yang jauh lebih besar dalam membentuk individu yang cerdas, adaptif, dan
bermoral. Kebiasaan membaca yang terintegrasi dengan baik dalam rutinitas
harian akan membentuk siswa yang siap menghadapi tantangan global dan
berkontribusi pada masyarakat dengan pemikiran yang kritis dan integritas yang
kuat.***