Iklan

Rezeki dari Penumpang Terakhir

syamsul kurniawan
Monday, January 6, 2025
Last Updated 2025-01-06T15:32:57Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates

Cerpen: Syamsul Kurniawan


Langit malam itu kelam, hujan turun deras membasahi kota yang sunyi. Hamzah membuka matanya, merasa ringan, seolah tubuhnya melayang. Namun, ada sesuatu yang ganjil. Ia berdiri di tepi jalan yang asing, motornya tergeletak, dan tubuhnya sendiri terbaring tak bergerak. Perlahan, ingatan-ingatan tentang malam itu mulai kembali, seperti kepingan puzzle yang terserak.


Hamzah, seorang tukang ojek yang selalu bekerja keras untuk istri dan dua anaknya, menjalani hari itu seperti biasa. Hujan deras sejak pagi membuatnya hanya mendapat sedikit penumpang. Saat malam tiba, ia terhenti di bawah jembatan layang, menyeka visor helmnya yang basah oleh embun. Pikirannya melayang pada anak-anaknya yang menunggu di rumah, berharap ia membawa sesuatu untuk makan malam.


Saat ia merenung, ponselnya berbunyi. Sebuah pesanan masuk, alamatnya tidak jauh dari tempatnya berhenti. Tanpa pikir panjang, ia segera mengonfirmasi. Dengan motor tuanya, ia melaju menuju titik penjemputan di sebuah gang kecil yang gelap. Di sana, seorang perempuan berdiri dengan payung merah, wajahnya cantik namun pucat, dengan mata yang memancarkan kehangatan.


“Pak, saya minta diantar ke Jalan Mawar nomor 13,” katanya lembut. Hamzah mengangguk sambil membuka visor helm. “Ayo, Mbak. Hati-hati naiknya, hujannya deras.” Perempuan itu menaiki motornya dengan tenang, dan perjalanan pun dimulai.


Sepanjang jalan, Hamzah mencoba mencairkan suasana. “Mbak, malam-malam begini kok masih di luar? Bahaya, lho, apalagi hujan deras begini.” Perempuan itu hanya tersenyum tipis, senyuman yang terasa hangat namun juga misterius.


Hujan semakin deras, suara mesin motor dan rintik air menjadi satu-satunya bunyi yang mengisi perjalanan mereka. Hamzah sesekali melirik perempuan itu melalui kaca spion, merasa ada sesuatu yang tidak biasa. Namun, ia menepis pikirannya.


Setelah beberapa menit, mereka memasuki jalan yang lebih sepi, dengan pepohonan tinggi di kanan dan kiri. Jalan Mawar nomor 13 akhirnya terlihat di depan mereka. Sebuah rumah tua yang besar, dengan pagar berkarat dan halaman penuh ilalang. Hamzah berhenti di depan gerbang.


“Sudah sampai, Mbak,” katanya pelan. Perempuan itu turun, menatap Hamzah dengan senyum lembut. “Terima kasih, Pak. Malam ini, Anda sangat membantu.” Ia menyerahkan amplop putih pada Hamzah. “Anggap saja ini rezeki dari penumpang terakhir.”


Hamzah menerima amplop itu dengan ragu, tapi perempuan itu sudah melangkah pergi menuju pintu rumah yang gelap. Dalam hati, Hamzah bersyukur atas rezeki tak terduga ini. Namun, ia memutuskan untuk segera pulang karena jalanan semakin sepi.


Di perjalanan pulang, tiba-tiba sebuah mobil hitam melaju kencang dan berhenti tepat di depan motornya. Beberapa pria turun dengan membawa senjata tajam. Hamzah panik, namun instingnya sebagai ayah yang ingin pulang kepada anak-anaknya membuatnya melawan.


“Jangan! Jangan ambil motorku!” teriak Hamzah sambil mencoba memutar balik motornya. Namun, salah satu pria mengayunkan kapaknya, menghantam kaki kanan Hamzah dengan keras. Ia terjatuh, rasa sakit yang luar biasa membuatnya tak mampu bergerak.


Ketika ia hampir kehilangan kesadaran, ia melihat perempuan tadi berdiri di kejauhan bersama beberapa pria yang tampak mengenakan pakaian seperti kru kamera. Mereka tampak bingung dan panik. Salah satu dari mereka berlari ke arah Hamzah, sementara yang lainnya mencoba menghadapi para penyerang yang ternyata bukan bagian dari skenario mereka.


Hamzah hanya samar-samar mendengar suara-suara itu sebelum akhirnya semuanya menjadi gelap.

***


Hamzah berdiri di tepi jalan itu, menatap tubuhnya yang tergeletak. Ia masih belum sepenuhnya memahami apa yang terjadi. Bayangan perempuan berpayung merah muncul di ingatannya, bersama amplop putih yang diberikannya.


“Apa yang sebenarnya terjadi?” pikir Hamzah.


Ia mencoba mendekati tubuhnya yang kini dikelilingi oleh beberapa orang. Salah satu dari mereka adalah perempuan itu. Wajahnya penuh penyesalan, air matanya mengalir deras. “Pak, maafkan saya. Saya tidak pernah menyangka ini akan terjadi,” katanya lirih sambil menggenggam tangan Hamzah yang dingin.


Hamzah ingin berbicara, ingin mengatakan bahwa ia baik-baik saja, tetapi tidak ada suara yang keluar. Ia hanya bisa berdiri di sana, mendengarkan.


Perempuan itu, ternyata seorang konten kreator terkenal, menceritakan semuanya pada teman-temannya. Malam itu, ia berencana membuat konten tentang keberanian. Ia menyewa beberapa orang untuk berpura-pura menjadi begal yang akan menyerangnya, untuk melihat bagaimana reaksi orang-orang di sekitarnya. Hamzah adalah bagian dari skenario itu tanpa ia sadari. Namun, skenario itu berubah menjadi tragedi ketika begal sungguhan muncul di lokasi yang sama.


“Dia hanya ingin bekerja untuk keluarganya,” ujar perempuan itu dengan suara bergetar. “Dan sekarang, lihat apa yang terjadi. Semua ini salahku.”


Salah satu temannya mencoba menenangkan. “Kita akan bertanggung jawab. Kita harus pastikan keluarganya tidak menderita.”


Perempuan itu mengangguk. Ia menyerahkan cek dalam jumlah besar, lebih dari separuh kekayaannya, kepada kru yang akan mengurus keluarga Hamzah. Namun, rasa bersalah itu tidak hilang.


Sementara itu, Hamzah mulai menyadari kenyataan yang pahit. Ia sudah mati. Tapi kenapa ia masih ada di sini? Apakah ini hukuman? Ataukah ia harus melihat bagaimana keluarganya menerima kabar buruk ini?


Hamzah mencoba melangkah menuju rumahnya. Namun, langkahnya terasa berat, seperti tertahan oleh sesuatu. Ia melihat bayangan dirinya yang lain, berdiri di samping motornya, memandang ke arah rumah tua di Jalan Mawar.


Tiba-tiba, bayangan itu berbalik menatapnya dan berkata, “Kau sudah melakukan yang terbaik. Sekarang, biarkan mereka yang melanjutkan.”


Hamzah tidak mengerti apa maksudnya, tetapi rasa damai perlahan menyelimuti dirinya. Hujan mulai reda, dan langit malam yang kelam mulai memancarkan cahaya bintang.


Ia menatap ke arah tubuhnya untuk terakhir kali, sebelum semuanya memudar, membawa Hamzah menuju kedamaian yang abadi.***

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Trending Now