KEBERLANJUTAN alam bukanlah tanggung jawab semata bagi ilmuwan atau pemerintah, tetapi juga merupakan bagian dari tanggung jawab moral setiap individu. Dalam upaya untuk menjaga bumi tetap lestari, moderasi beragama muncul sebagai pendekatan yang relevan, yang mengajarkan keseimbangan dalam segala aspek kehidupan. Sebagai sebuah nilai yang menekankan pada kedamaian, harmoni, dan kesederhanaan, moderasi beragama tidak hanya mengarah pada hubungan yang baik antar umat manusia, tetapi juga kepada hubungan yang lebih sehat antara manusia dan alam. Oleh karena itu, mengintegrasikan moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari menjadi salah satu kunci untuk mencapai keberlanjutan alam yang semakin terancam.
Butuh Sinergisitas Keluarga, Sekolah dan Masyarakat
Keluarga, sebagai lembaga pertama yang
membentuk karakter anak, memainkan peran yang sangat krusial dalam membentuk
pemahaman mereka terhadap pentingnya keseimbangan, baik dalam hubungan antar
sesama maupun dalam hubungan dengan alam. Seperti tanaman yang membutuhkan
cahaya matahari yang moderat untuk tumbuh dengan baik, demikian pula anak-anak
membutuhkan teladan dari orang tua mereka yang mengajarkan moderasi dalam
segala hal. Jika orang tua mengajarkan bahwa menjaga alam adalah bagian dari
ibadah, anak-anak akan memahami bahwa bumi bukanlah sumber daya yang bisa
dieksploitasi tanpa batas, melainkan sebuah ciptaan Tuhan yang harus dipelihara
dengan penuh rasa hormat.
Alam adalah tempat di mana kita hidup, seperti
halaman rumah yang menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Ia
memberikan kehidupan, namun juga membutuhkan perhatian dan pemeliharaan. Kita
sebagai bagian dari alam tidak bisa begitu saja melupakan hubungan ini dan
menganggap alam hanya sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan kita. Ada suatu
kesadaran yang perlu ditumbuhkan, bahwa kelestarian alam adalah bagian dari
keberlanjutan hidup kita sendiri.
Di luar keluarga, sekolah juga memiliki peran
penting dalam memperkuat pemahaman moderasi beragama. Di banyak sekolah,
pendidikan agama sering kali difokuskan pada aspek ritual semata, tanpa membuka
ruang bagi diskusi lintas agama yang dapat menumbuhkan pemahaman lebih dalam
tentang pentingnya keberagaman dan saling menghargai. Namun, dengan pendidikan
moderasi beragama yang berbasis pada nilai-nilai kemanusiaan dan keberagaman,
sekolah dapat menjadi tempat yang membentuk karakter siswa untuk hidup berdampingan
secara damai dengan sesama umat beragama serta dengan alam.
Kurikulum yang inklusif, yang tidak hanya
mengajarkan aspek teologis dari agama tetapi juga memfokuskan pada nilai-nilai
sosial dan ekologi, dapat menumbuhkan kesadaran yang lebih besar terhadap
krisis lingkungan yang tengah dihadapi dunia. Ajaran-ajaran moderat dalam
agama, yang menekankan keseimbangan dan keadilan, dapat mempengaruhi cara
anak-anak memandang dunia sekitar mereka—termasuk alam. Seperti dalam ajaran
Islam, konsep wasatiyyah yang berarti moderasi, mengajarkan umatnya
untuk tidak berlebihan dalam segala hal, termasuk dalam mengelola sumber daya
alam.
Sementara itu, dalam masyarakat yang lebih
luas, moderasi beragama berfungsi sebagai jembatan antara perbedaan-perbedaan
agama yang ada, membantu menciptakan pemahaman bahwa keberagaman bukanlah
hambatan, tetapi kekuatan. Dalam konteks krisis lingkungan, moderasi beragama
juga mengajarkan pentingnya kerja sama lintas agama untuk mengatasi masalah
bersama, seperti kerusakan lingkungan. Masing-masing agama memiliki ajaran yang
mengajarkan pentingnya menjaga alam, dan inilah yang harus dijadikan landasan untuk
membangun kebijakan dan tindakan kolektif untuk menghadapi tantangan global
ini.
Menghadapi Krisis Lingkungan Melalui Moderasi
Beragama
Krisis lingkungan yang semakin parah adalah
akibat dari ketidakseimbangan yang terus diperparah oleh perilaku manusia. Di
satu sisi, konsumerisme yang tak terkendali mendorong eksploitasi sumber daya
alam yang berlebihan; di sisi lain, kerusakan ekosistem yang terjadi akibat
pemanasan global menunjukkan bagaimana ketidakpedulian terhadap alam dapat
mengancam keberlanjutan hidup manusia. Dalam konteks ini, moderasi beragama
mengajarkan kita untuk tidak melihat alam sebagai objek yang bisa diperlakukan
semena-mena, melainkan sebagai entitas yang perlu dijaga dan dirawat.
Dalam ajaran Islam, misalnya, ada konsep khalifah
yang berarti bahwa manusia adalah penjaga bumi, bukan penguasa tunggal atasnya.
Sebagai khalifah, manusia diharapkan untuk menjaga keseimbangan alam dengan
tidak mengeksploitasi bumi secara berlebihan. Hal yang sama juga dapat
ditemukan dalam agama-agama lain, seperti ajaran Buddhisme yang menekankan
pentingnya keselarasan antara manusia dengan alam. Melalui ajaran-ajaran
seperti ini, moderasi beragama menjadi landasan untuk mengajak umat manusia
untuk hidup lebih seimbang, menjaga alam dengan cara yang tidak merusaknya.
Krisis lingkungan yang kita hadapi hari ini
mengharuskan kita untuk mencari jalan tengah antara kebutuhan manusia dan
kelestarian alam. Moderasi beragama membantu kita untuk melihat bahwa
kebahagiaan manusia tidak harus datang dari pengambilan sumber daya alam secara
tak terkendali, melainkan melalui cara hidup yang lebih bijaksana dan penuh
tanggung jawab. Dengan demikian, moderasi beragama tidak hanya mengajarkan
keseimbangan antara manusia dan sesamanya, tetapi juga antara manusia dan alam.
Kebijakan Publik yang Moderat untuk
Keberlanjutan Alam
Agar prinsip moderasi beragama dapat terwujud
dalam kehidupan sosial, dibutuhkan dukungan dari kebijakan publik yang
mendukung keberlanjutan lingkungan. Pemerintah perlu memformulasikan kebijakan
yang mendorong pelestarian alam dengan mempertimbangkan nilai-nilai moderasi
yang ada dalam ajaran agama. Sebagai contoh, kebijakan yang mengatur
pengelolaan sumber daya alam yang adil dan berkelanjutan, serta mempromosikan
energi terbarukan, dapat didorong oleh ajaran moderasi beragama yang menekankan
keseimbangan dan keharmonisan.
Lebih jauh lagi, kolaborasi antara berbagai
agama untuk mencapai tujuan bersama dalam melestarikan alam akan memperkuat
kesadaran kolektif akan pentingnya menjaga bumi. Moderasi beragama seharusnya
menjadi dasar untuk membangun kebijakan yang tidak hanya memperhatikan aspek
sosial dan ekonomi, tetapi juga aspek ekologi, sehingga dapat menciptakan
keberlanjutan yang lebih holistik.
Pada akhirnya, moderasi beragama bukan hanya soal menjaga hubungan antarumat beragama, tetapi juga soal menjaga hubungan manusia dengan alam. Moderasi mengajarkan kita untuk hidup dengan bijaksana, menghindari ekses dan ekstremisme, baik dalam agama maupun dalam cara kita memperlakukan bumi. Dalam dunia yang semakin terancam oleh kerusakan lingkungan, moderasi beragama menjadi solusi yang sangat relevan—sebagai landasan moral dan etika untuk menghadapi krisis ini. Dengan menjaga keseimbangan antara manusia, sesama umat beragama, dan alam, kita dapat menciptakan dunia yang lebih harmonis, lebih berkelanjutan, dan lebih penuh kasih sayang.***