Iklan

Tumbler dan Simfoni Gaya Hidup Urban

syamsul kurniawan
Wednesday, December 25, 2024
Last Updated 2024-12-26T11:08:20Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates

 


Oleh Syamsul Kurniawan


Pagi itu, dalam rutinitas yang kerap aku jalani, aku menyusuri pertigaan dekat kampus untuk membeli sebotol air mineral di minimarket kecil. Sebuah tindakan sederhana yang selama ini tampak biasa saja, namun lambat laun aku mulai menyadari bahwa botol plastik yang kugenggam adalah bagian dari masalah besar: krisis sampah plastik. Indonesia, salah satu penghasil sampah plastik terbesar di dunia, dihadapkan pada kenyataan pahit. Jutaan ton sampah plastik setiap tahunnya tidak terkelola dengan baik dan sebagian besar akhirnya mencemari lautan, memengaruhi ekosistem laut dan menambah beban lingkungan.


Sindiran ringan dari kolega yang mengomentari botol plastik di tanganku membuatku berpikir lebih dalam. Benarkah tindakan kecil ini bisa memberi dampak besar? Pertanyaan itu membawaku pada sebuah refleksi. Di sisi lain, aku melihat bagaimana tumbler kini telah menjadi simbol kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat urban. Banyak orang membawa tumbler sebagai bagian dari gaya hidup yang dianggap lebih peduli terhadap lingkungan. Namun, di balik itu muncul pertanyaan lebih mendalam: apakah semua ini benar-benar dilandasi oleh kesadaran yang tulus, atau hanya sekadar mengikuti tren sosial yang diadopsi tanpa pemahaman mendalam?.


Yuval Noah Harari, dalam Sapiens (2018), menggarisbawahi bahwa manusia memiliki kemampuan luar biasa untuk menciptakan narasi dan simbol-simbol yang memberi makna pada kehidupan mereka. Dalam konteks masyarakat modern, tumbler adalah salah satu simbol tersebut. Ia telah menjadi bagian dari narasi besar tentang keberlanjutan dan kepedulian terhadap lingkungan. Namun, seperti yang dijelaskan Harari, manusia sering kali menggunakan narasi-narasi ini untuk meredakan kegelisahan eksistensialnya. Tumbler, dalam hal ini, bisa menjadi bagian dari narasi semacam itu—sesuatu yang membuat kita merasa telah berbuat sesuatu untuk menyelamatkan bumi, meskipun dalam kenyataannya, kita masih terjebak dalam pola konsumsi yang sama.


Pierre Bourdieu, melalui konsep “habitus” dalam Distinction: A Social Critique of the Judgement of Taste (2015), menawarkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai fenomena ini. Bourdieu menjelaskan bahwa kebiasaan sosial dan pola konsumsi kita sering kali terbentuk tanpa kita sadari sepenuhnya. Dalam masyarakat urban, penggunaan tumbler adalah bagian dari “habitus” modern, di mana kebiasaan membawa tumbler telah menjadi norma yang sesuai dengan gaya hidup yang dianggap lebih sadar lingkungan. Namun, di balik semua itu, ada ironi yang tidak bisa diabaikan. Meski tumbler mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, proses produksinya sendiri tetap meninggalkan jejak karbon yang signifikan. Hal ini memperlihatkan betapa kompleksnya masalah lingkungan yang kita hadapi.

 

Mengubah Kebiasaan: Lebih dari Sekadar Tumbler


Di balik tren tumbler yang semakin populer ini, kita tidak bisa menutup mata terhadap kenyataan bahwa Indonesia sedang berada di tengah krisis besar: “darurat sampah plastik”. Lautan kita yang dahulu kaya akan keanekaragaman hayati kini dipenuhi oleh jutaan ton sampah plastik, sebagian besar berasal dari kebiasaan konsumsi yang mengandalkan produk plastik sekali pakai. Pierre Bourdieu, dengan pendekatan “habitus”-nya, mengajak kita untuk melihat bahwa kebiasaan sosial, seperti penggunaan tumbler, meskipun penting, tidak cukup untuk mengatasi masalah lingkungan yang lebih kompleks.


Dalam konteks ini, tumbler adalah simbol perubahan kecil, tetapi tidak bisa menjadi solusi tunggal untuk krisis sampah plastik yang kian memburuk. “Habitus” konsumsi berlebihan, ketergantungan kita pada plastik, dan minimnya infrastruktur pengelolaan sampah adalah tantangan besar yang harus dihadapi dengan kebijakan struktural yang lebih mendalam. Indonesia memerlukan perubahan paradigma besar-besaran dalam cara kita memproduksi dan mengonsumsi plastik.


Tumbler memang dapat mengurangi konsumsi plastik sekali pakai, tetapi kita membutuhkan langkah yang lebih radikal dalam membangun sistem pengelolaan sampah yang efisien dan berkelanjutan. Langkah-langkah kecil seperti membawa tumbler hanyalah awal dari solusi. Indonesia membutuhkan kebijakan yang lebih tegas dan infrastruktur yang lebih baik untuk mengelola sampah plastik secara lebih komprehensif. Hanya dengan mengubah pola pikir kita tentang konsumsi—dari yang bersifat simbolis menjadi tindakan nyata—kita dapat mengatasi masalah ini.


Simfoni gaya hidup urban, dengan tumbler sebagai instrumen utamanya, memang terdengar harmonis di permukaan. Namun, seperti halnya sebuah simfoni, nada-nada di baliknya terkadang menyembunyikan disonansi yang mengganggu. Penggunaan tumbler memang langkah yang baik dan penting, tetapi ia tidak cukup untuk menangani krisis lingkungan yang lebih besar. Indonesia sedang berada di tengah “darurat sampah plastik”, dan tindakan nyata harus dilakukan lebih dari sekadar simbolisme.


Tumbler, dalam pandangan yang lebih luas, bukan sekadar alat minum atau penanda identitas sosial. Ia menjadi refleksi dari masyarakat yang berusaha menyeimbangkan kebutuhan praktis dengan komitmen keberlanjutan. Namun, jika kita hanya berhenti pada simbolisme tanpa berusaha merombak cara konsumsi dan produksi plastik, kita hanya menunda krisis yang jauh lebih besar. Kesadaran yang kita bangun dari tren tumbler harus diperluas menjadi aksi nyata yang berdampak lebih luas, baik dalam bentuk kebijakan maupun perubahan perilaku.

 

Refleksi ini membawaku pada pemahaman baru tentang peranku dalam tren ini. Mengikuti arus tumbler mungkin tak terhindarkan, namun aku tak ingin terjebak dalam makna sempit bahwa tumbler hanyalah sebuah aksesori gaya hidup. Bagiku, tumbler harus menjadi simbol nyata dari perubahan perilaku konsumsi yang lebih bertanggung jawab. Bukan hanya penanda identitas, tetapi juga komitmen untuk mulai memikirkan dampak yang lebih luas. Penggunaan tumbler hanyalah awal dari perjalanan panjang untuk merombak cara kita mengelola sampah dan mengurangi ketergantungan pada plastik.***

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Trending Now