Oleh: Syamsul Kurniawan
“Pada suatu hari, kami
(para sahabat) sedang duduk di dekat Rasulullah ﷺ.
Tiba-tiba, datanglah seorang pria berpakaian putih bersih dan berambut sangat
hitam. Tidak tampak tanda-tanda bahwa ia baru saja melakukan perjalanan, dan
tidak ada satu pun di antara kami yang mengenalnya. Dia duduk di depan Nabi,
menyandarkan lututnya pada lutut Nabi dan meletakkan kedua tangannya di atas
paha Nabi. Lalu ia berkata, "Wahai Muhammad, jelaskan kepadaku tentang
Islam." Rasulullah ﷺ menjawab, "Islam
adalah bahwa kamu bersaksi bahwa tiada sesembahan yang benar selain Allah, dan
bahwa Muhammad adalah Rasul-Nya; mendirikan shalat; menunaikan zakat; berpuasa
di bulan Ramadhan; dan menunaikan haji ke Baitullah jika mampu." Pria itu
berkata, "Engkau benar." Kami pun heran, karena dia yang bertanya
namun juga membenarkan jawaban Nabi. Lalu ia bertanya lagi, "Jelaskan
kepadaku tentang iman." Nabi menjawab, "Iman adalah kamu beriman
kepada Allah; malaikat-Nya; kitab-kitab-Nya; rasul-rasul-Nya; hari akhir; dan
kepada takdir baik maupun buruk dari Allah." Dia berkata, "Engkau
benar." Dia bertanya lagi, "Beritahukan kepadaku tentang ihsan."
Nabi ﷺ menjawab, "Beribadahlah kepada Allah
seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak dapat melihat-Nya, ketahuilah
bahwa Dia melihatmu." Pria itu bertanya lagi, "Kapan Kiamat
terjadi?" Nabi menjawab, "Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang
bertanya." Lalu ia bertanya, "Beritahukan tanda-tandanya." Nabi
menjawab, "Jika seorang budak melahirkan tuannya, dan engkau melihat
orang-orang miskin yang dulu penggembala berlomba-lomba membangun gedung-gedung
tinggi." Kemudian pria itu pergi. Aku terdiam sampai Rasulullah bertanya,
"Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya tadi?" Aku menjawab,
"Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui." Beliau berkata, "Dia
adalah Jibril yang datang mengajarkan kalian tentang agama kalian." (HR.
Muslim no.8).”
Dalam salah
satu hadis yang sangat terkenal di atas, sering disebut Hadis Jibril, Nabi
Muhammad SAW mengajarkan tiga pokok ajaran agama yang fundamental, yaitu Islam,
Iman, dan Ihsan. Hadis ini memberikan landasan yang sangat jelas tentang
bagaimana ajaran agama seharusnya dipahami dan diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Jibril, yang datang menyamar sebagai seorang pria, bertanya dengan
sangat terperinci kepada Rasulullah SAW tentang inti dari agama Islam. Jawaban
Nabi Muhammad menunjukkan tiga pilar utama yang perlu diperhatikan dalam
perjalanan spiritual umat Islam: pengakuan terhadap keesaan Allah dan Muhammad
sebagai utusan-Nya (Islam), keyakinan terhadap hal-hal ghaib (Iman), dan
kualitas ibadah yang sempurna (Ihsan).
Namun,
dalam dunia yang terus berubah ini, penting bagi umat Islam untuk memahami
bahwa ajaran-ajaran tersebut tidak hanya berlaku di masa lalu, tetapi juga
harus bersinergi dengan kebutuhan zaman yang terus berkembang. Dalam konteks
ini, saya akan mencoba untuk menginterpretasinya dengan prinsip-prinsip yang
diuraikan dalam buku Atomic Habits oleh James Clear. Sebagaimana
dimafhumi, buku ini menekankan pada pentingnya kebiasaan-kebiasaan kecil yang
dilakukan secara konsisten, yang pada akhirnya menghasilkan perubahan besar.
Hal ini sangat relevan dengan cara kita mempraktikkan agama dalam kehidupan
sehari-hari, karena perubahan besar dalam spiritualitas juga dimulai dari
kebiasaan-kebiasaan kecil yang terarah.
Islam, Iman, dan Ihsan dalam Konteks Zaman Modern
Islam,
sebagai agama yang berlandaskan pada lima rukun utama, memberikan pedoman yang
jelas tentang bagaimana umat Muslim harus berperilaku. Namun, penting untuk
melihat rukun-rukun ini dalam konteks yang lebih luas, tidak hanya sebagai
ritual, tetapi sebagai cara hidup yang relevan dengan tantangan zaman.
Misalnya, shalat yang diwajibkan lima kali sehari bukan hanya sebagai kewajiban
spiritual, tetapi juga sebagai upaya untuk menjaga kedisiplinan diri di tengah
kehidupan yang penuh tekanan. Di sinilah prinsip dalam Atomic Habits
yang menekankan pentingnya kebiasaan kecil yang konsisten menjadi sangat
relevan. Melakukan shalat dengan khusyuk setiap hari adalah kebiasaan yang
membentuk spiritualitas seorang Muslim, yang pada gilirannya memperkuat mental
dan moral dalam menghadapi tantangan kehidupan modern.
Iman, yang
mencakup keyakinan terhadap Allah, malaikat, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
hari akhir, dan takdir, memberikan panduan yang kokoh di tengah dunia yang
serba berubah dan penuh ketidakpastian. Iman kepada takdir mengajarkan umat
Islam untuk menerima segala bentuk ketidakpastian dengan ketenangan dan
keyakinan bahwa semua yang terjadi adalah bagian dari kehendak Allah. Di sini,
prinsip dalam Atomic Habits yang menekankan pada pembentukan identitas
juga sangat relevan. Seorang Muslim yang beriman tidak hanya melihat takdir
sebagai serangkaian peristiwa yang terjadi tanpa tujuan, tetapi sebagai bagian
dari proses untuk membentuk identitas spiritual yang kuat. Setiap kebiasaan
yang dilakukan dengan penuh keyakinan pada takdir akan semakin memperkuat
identitas tersebut.
Ihsan, yang
dalam hadis tersebut dijelaskan sebagai beribadah kepada Allah seolah-olah kita
melihat-Nya, adalah puncak dari kualitas spiritual seorang Muslim. Konsep ini
mengajarkan kita untuk selalu melakukan yang terbaik dalam segala hal, tidak
hanya karena dilihat oleh orang lain, tetapi karena kita tahu bahwa Allah
selalu mengawasi kita. Dalam dunia yang serba digital dan transparan ini, nilai
ihsan semakin relevan, karena kita hidup dalam masyarakat yang sering kali
memperhatikan penampilan luar. Namun, ihsan mengajarkan kita untuk menjaga
kualitas diri dan integritas meskipun tidak ada yang mengawasi kita. Prinsip
dalam Atomic Habits yang menyarankan untuk memulai dengan kebiasaan
kecil yang konsisten sangat berguna dalam hal ini. Ibadah yang dilakukan dengan
penuh kesadaran dan kualitas yang tinggi akan membentuk karakter seseorang
secara berkelanjutan, seperti yang dijelaskan oleh Clear tentang pentingnya
lingkungan yang mendukung pembentukan kebiasaan.
Membangun Sistem Pembelajaran Agama yang Berkelanjutan
James Clear
dalam Atomic Habits mengajarkan kita untuk fokus pada sistem, bukan
hanya tujuan. Begitu juga dalam pembelajaran agama Islam, kita perlu membangun
sistem yang mendukung kebiasaan baik yang konsisten. Tidak cukup hanya memiliki
tujuan untuk menjadi Muslim yang baik, tetapi kita harus menciptakan sistem
yang memungkinkan kita untuk terus belajar dan berkembang. Misalnya, sistem
pembelajaran agama yang berbasis pada kebiasaan kecil yang dilakukan setiap
hari—seperti membaca satu halaman Al-Quran, berdzikir setelah shalat, atau melakukan
kebaikan kecil kepada orang lain—akan membentuk pemahaman yang mendalam tentang
ajaran agama Islam.
Pendidikan
agama yang relevan dengan kebutuhan zaman juga harus memperhatikan perkembangan
teknologi. Saat ini, kita memiliki berbagai aplikasi dan platform digital yang
dapat membantu umat Islam untuk memperdalam pemahaman agama. Seperti yang
disarankan oleh Clear, lingkungan yang mendukung dapat membentuk kebiasaan yang
baik. Teknologi dapat menjadi bagian dari sistem pembelajaran agama yang
efektif, yang membantu umat Islam untuk tetap konsisten dalam beribadah dan
belajar, meskipun dalam kehidupan yang sangat sibuk dan penuh distraksi.
Ijtihad dan Adaptasi Terhadap Perubahan Zaman
Salah satu
tantangan terbesar dalam menghadapi zaman modern adalah bagaimana kita dapat
mengadaptasi ajaran agama yang sangat tua ini dengan perkembangan zaman tanpa
mengorbankan nilai-nilai dasarnya. Di sinilah pentingnya ijtihad—upaya
intelektual untuk memahami dan mengaplikasikan ajaran agama dalam konteks zaman
yang berubah. Seperti yang diajarkan dalam Atomic Habits, perubahan
besar dimulai dari kebiasaan kecil yang konsisten. Proses ijtihad ini juga
memerlukan ketekunan dan kesabaran, seperti halnya membangun kebiasaan baru
dalam hidup. Melalui ijtihad, kita dapat menemukan cara-cara baru untuk
menerapkan ajaran agama Islam, baik dalam bidang teknologi, sosial, maupun
ekonomi, yang tetap relevan dengan tantangan zaman.
Belajar
agama Islam yang berselaras dengan kebutuhan zaman adalah sebuah proses yang
tidak hanya bergantung pada hafalan dan ritual, tetapi juga pada kebiasaan
kecil yang terstruktur dan berkelanjutan. Prinsip-prinsip dalam Atomic
Habits memberikan panduan yang sangat relevan dalam membentuk
kebiasaan-kebiasaan baik dalam kehidupan seorang Muslim. Dengan memulai dari
kebiasaan-kebiasaan kecil seperti shalat tepat waktu, membaca Al-Quran, dan
berbuat baik kepada sesama, seorang Muslim dapat membangun karakter dan
spiritualitas yang kuat, yang akan membentuk identitasnya sebagai khalifah di
muka bumi.
Pendidikan
agama Islam yang relevan dengan kebutuhan zaman membutuhkan pendekatan yang
lebih kontekstual, yang mengintegrasikan ajaran agama dengan perkembangan
teknologi dan tantangan sosial. Dalam dunia yang terus berubah, ijtihad dan
adaptasi terhadap perubahan adalah kunci untuk menjaga agar ajaran agama tetap
hidup dan berfungsi dengan baik. Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi
individu yang lebih baik, tetapi juga masyarakat yang lebih maju, yang mampu
menjawab tantangan zaman dengan penuh kesadaran dan kebijaksanaan.
Seperti
yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam Hadis Jibril, Islam, Iman, dan
Ihsan adalah pilar-pilar utama yang harus menjadi pedoman dalam perjalanan
hidup kita. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran agama dengan cara yang
relevan dengan zaman, kita dapat terus berkembang menjadi individu yang
bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun bagi umat manusia.***