Ilustrasi Turki - Bangunan Blue Mosque.(SHUTTERSTOCK) |
Oleh: Syamsul Kurniawan
MASJID, sepanjang sejarah Islam, lebih
dari sekadar tempat ibadah; ia adalah ruang untuk merajut mimpi kolektif dan
menjadi pusat transformasi sosial. Dari masa Rasulullah hingga sekarang, masjid
telah memainkan peran penting dalam menggabungkan nilai-nilai spiritual dan
sosial. Di Indonesia, yang tengah dilanda krisis sosial-ekonomi, masjid harus
mengambil peran lebih dari sekadar tempat sujud—ia harus menjadi sarana untuk
mencapai kesejahteraan bersama, dengan moderasi beragama sebagai kunci
utamanya. Moderasi beragama mengajarkan umat untuk teguh dalam keyakinan, namun
juga terbuka terhadap keberagaman dan tantangan zaman. Dalam masyarakat yang kompleks,
moderasi beragama menjadi jembatan untuk menyatukan perbedaan, bukan hanya
dalam hal agama, tetapi juga latar belakang sosial. Lebih dari sekadar
toleransi, moderasi beragama menyentuh aspek-aspek dasar kemaslahatan umum,
menjadikan agama sebagai kekuatan untuk membangun kesejahteraan umat.
Masjid,
sebagai pusat ibadah, memiliki tanggung jawab untuk menanamkan nilai-nilai
moderasi ini di dalam diri setiap jamaahnya. Ia harus menjadi tempat di mana
pemahaman agama yang inklusif diajarkan, sebuah tempat yang mendorong dialog
dan keterbukaan. Dalam situasi krisis seperti saat ini, di mana lebih dari 9,48
juta orang dari kelas menengah Indonesia jatuh ke kelompok rentan miskin
menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, masjid harus mengambil
peran lebih besar sebagai agen perubahan sosial yang berbasis pada moderasi
beragama. Melalui masjid, keseimbangan antara spiritualitas dan tanggung jawab
sosial dapat diwujudkan sebagai jalan menuju kesejahteraan bersama.
Pada
konteks dewasa ini, masjid tidak bisa lagi dipandang semata sebagai ruang
ibadah yang tertutup bagi aktivitas sosial. Dalam gagasan filosofis Jurgen
Habermas tentang ruang publik, ia menekankan bahwa ruang publik adalah tempat
di mana masyarakat dapat berkumpul untuk berdiskusi, bertukar pikiran, dan
mencari solusi bagi masalah bersama. Masjid, dalam konteks ini, memiliki
potensi besar untuk menjadi ruang publik inklusif di mana dialog sosial dapat
berkembang, dan umat bisa merumuskan strategi perubahan sosial-ekonomi yang nyata.
Masjid
sebagai ruang publik yang inklusif berarti membuka pintu bagi dialog tentang
berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat, seperti kemiskinan, pengangguran,
dan ketidakadilan sosial. Di sinilah masjid harus berfungsi lebih dari sekadar
tempat berkumpul untuk beribadah, tetapi juga sebagai arena diskusi yang hidup
dan produktif. Majelis-majelis diskusi, forum musyawarah, hingga
program-program pemberdayaan ekonomi berbasis jamaah dapat menjadi sarana untuk
menemukan solusi kolektif atas persoalan sosial.
Dalam
kerangka moderasi beragama, masjid harus menjembatani dialog antara berbagai
kelompok masyarakat tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi.
Moderasi beragama mendorong masjid untuk menjadi ruang yang inklusif, di mana
semua jamaah memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam
memecahkan masalah yang dihadapi bersama. Inilah yang menjadikan masjid bukan
hanya tempat sujud, tetapi juga tempat di mana kesejahteraan bersama mulai
dirancang dan diimplementasikan.
Solidaritas
Sosial: Berbagi Ruang, Berbagi Tanggung Jawab
Moderasi
beragama mengajarkan kita pentingnya berbagi, bukan hanya dalam hal harta,
tetapi juga dalam hal ruang dan tanggung jawab. Di dalam masjid, konsep berbagi
ruang ini bisa diterjemahkan menjadi upaya untuk memperkuat solidaritas sosial.
Masjid sebagai titik perubahan harus menjadi ruang inklusif di mana setiap
jamaah, tanpa memandang status sosialnya, merasa memiliki peran yang sama dalam
membangun kesejahteraan bersama.
Program-program
pemberdayaan yang diinisiasi oleh masjid, seperti pengelolaan zakat produktif,
koperasi syariah, atau pelatihan keterampilan, adalah manifestasi nyata dari
upaya menciptakan solidaritas sosial. Dalam situasi ekonomi yang semakin sulit,
jamaah yang kurang beruntung dapat diberdayakan melalui program-program ini,
sehingga mereka memiliki kemampuan untuk meningkatkan taraf hidup mereka
sendiri. Di sinilah pentingnya peran masjid sebagai ruang berbagi, di mana
solidaritas tidak hanya sebatas pada ritual ibadah, tetapi juga diterjemahkan
dalam aksi nyata yang berdampak pada kesejahteraan sosial-ekonomi jamaah.
Solidaritas
sosial yang kuat akan tercipta ketika jamaah merasakan bahwa masjid adalah
tempat di mana mereka dapat saling membantu, saling mendukung, dan berbagi
tanggung jawab dalam menghadapi tantangan bersama. Masjid yang mampu
menjalankan peran ini akan menjadi pusat kekuatan sosial, tempat di mana
komunitas yang kuat dan tangguh dibentuk, bukan berdasarkan status, tetapi pada
nilai-nilai keadilan dan kesetaraan.
Pembangunan
Karakter Jamaah: Fondasi dari Perubahan Sosial
Kesejahteraan
bersama tidak akan terwujud tanpa adanya pembangunan karakter yang kuat di
dalam komunitas jamaah. Di sinilah masjid memiliki peran strategis sebagai
pusat pembinaan spiritual sekaligus sosial. Moderasi beragama yang ditanamkan
di masjid harus tercermin dalam pembangunan karakter jamaah yang tidak hanya
saleh secara pribadi, tetapi juga peduli terhadap masalah sosial yang dihadapi
umat.
Pada
masa Rasulullah, masjid tidak hanya menjadi tempat beribadah, tetapi juga pusat
pendidikan dan pemberdayaan umat. Di sana, jamaah diajarkan untuk tidak hanya
berdoa, tetapi juga berusaha memperbaiki kehidupan sosial mereka. Konsep ini
sangat relevan untuk diterapkan dalam konteks masjid-masjid di Indonesia hari
ini. Masjid harus mampu menciptakan individu-individu yang memiliki kepedulian
sosial tinggi, yang siap berperan aktif dalam mengatasi berbagai persoalan yang
dihadapi umat, terutama dalam bidang ekonomi.
Masjid
sebagai Agen Perubahan Ekonomi: Mengelola Sumber Daya untuk Kesejahteraan
Bersama
Salah satu tantangan
terbesar Indonesia saat ini adalah ketimpangan ekonomi, di mana masjid dapat
berperan besar sebagai agen perubahan. Zakat, infak, dan sedekah yang selama
ini terkumpul harus dikelola secara produktif dan strategis, dengan tujuan
untuk memberdayakan jamaah yang ekonominya rentan. Masjid dapat menjadi pusat
pelatihan keterampilan, pengembangan usaha kecil, dan tempat belajar manajemen
keuangan, sehingga dampaknya langsung dirasakan dalam peningkatan kesejahteraan
jamaah. Selain itu, masjid juga dapat mengajarkan etika bisnis Islami, yang
tidak hanya menumbuhkan daya ekonomi tetapi juga prinsip keadilan dan kejujuran
dalam berusaha.
Masjid, sebagai
pusat kehidupan umat, harus kembali mengambil peran penting dalam menggerakkan
perubahan sosial-ekonomi. Moderasi beragama menjadi kunci utama, karena melalui
moderasi masjid dapat menyatukan jamaah dalam semangat kebersamaan dan solidaritas.
Masjid bukan hanya tempat berdoa, tetapi juga wadah untuk membangun
kesejahteraan bersama melalui dialog, solidaritas, dan pemberdayaan ekonomi.
Dengan menempatkan masjid sebagai titik nyala perubahan, umat dapat
berkontribusi untuk menciptakan kesejahteraan bersama.
Akhirnya melalui
masjid, kita dapat membangun masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan
harmonis. Moderasi beragama menghubungkan nilai spiritual dengan aspek sosial,
memberikan jalan menuju kehidupan yang lebih baik. Masjid bukan sekadar
bangunan fisik, tetapi simbol perubahan nyata yang menggerakkan umat menuju
kesejahteraan bersama.***