Iklan

Moderasi Beragama Menyinari Nilai-Nilai Karakter

syamsul kurniawan
Tuesday, November 5, 2024
Last Updated 2025-01-27T08:14:05Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates


 

Oleh: Syamsul Kurniawan

 

Moderasi beragama adalah salah satu kunci penting untuk membangun masyarakat yang inklusif dan damai. Namun, moderasi tidak datang begitu saja. Ia harus dipupuk melalui pendidikan karakter yang berkelanjutan dan berlandaskan nilai-nilai agama serta moral yang kuat. Dalam konteks pendidikan nasional, Kementerian Pendidikan Nasional (Diknas) telah mengidentifikasi 18 nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan sejak dini, dan ini relevan disinari oleh moderasi beragama. Sehingga, nilai-nilai ini tidak hanya penting bagi pembentukan individu yang baik, tetapi juga bagi terciptanya masyarakat beragama yang adil dan damai.

 

Dalam tulisan ini, kita akan membahas bagaimana 18 nilai karakter yang telah diidentifikasi oleh Diknas dapat diintegrasikan dan disinari oleh moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari melalui pendekatan kebiasaan kecil yang konsisten. Pendekatan kebiasaan kecil ini penulis rujuk dari James Clear dalam bukunya Atomic Habits (2018).

 

Satu, Religius. Nilai religius menekankan pentingnya menjalankan ajaran agama dengan baik dan toleran terhadap agama lain. Dalam kehidupan sehari-hari, kebiasaan kecil seperti membiasakan anak-anak untuk berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan, serta mengajak mereka untuk menghormati perbedaan agama melalui dialog dan interaksi positif, adalah langkah awal yang dapat diambil. Seperti yang diajarkan oleh James Clear (2018), kebiasaan-kebiasaan kecil ini, jika dilakukan secara konsisten, akan membentuk karakter yang religius dan toleran. Setiap kali seorang anak berpartisipasi dalam kegiatan ibadah dan menunjukkan rasa hormat kepada agama lain, mereka menginternalisasi nilai-nilai moderasi beragama secara mendalam.

 

Dua, Jujur. Kejujuran adalah fondasi moral yang harus ditanamkan sejak dini. Namun, nilai ini tidak dapat diajarkan hanya melalui teori atau perintah. Kebiasaan kecil seperti selalu berkata jujur meski dalam situasi sulit, dan memberikan penghargaan bagi kejujuran anak-anak, akan membentuk karakter yang jujur secara alami. Dalam pendekatan Atomic Habits yang diusulkan Clear (2018), kebiasaan jujur ini dapat dimulai dengan memicu isyarat kecil, seperti mendorong anak untuk jujur tentang kesalahan yang mereka buat, kemudian memberikan penguatan positif setiap kali mereka jujur. Seiring waktu, kebiasaan ini akan menjadi bagian dari identitas mereka.

 

Tiga, Toleransi. Dalam masyarakat yang beragam seperti Indonesia, toleransi adalah nilai yang sangat penting. Toleransi dapat dibangun melalui kebiasaan sederhana seperti mendengarkan pandangan yang berbeda tanpa menghakimi dan menghormati perbedaan dalam kehidupan sehari-hari. Orang tua dan guru dapat mulai dengan membiasakan anak-anak untuk mendengarkan tanpa prasangka, memberikan kesempatan kepada mereka untuk belajar tentang budaya dan agama lain. Dengan membiasakan tindakan ini secara konsisten, nilai toleransi akan tertanam dalam karakter mereka dan menjadi bagian dari cara pandang mereka terhadap dunia.

 

Empat, Disiplin. Disiplin bukan hanya soal kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga tentang membangun kebiasaan baik yang berkelanjutan. Menurut James Clear (2018), disiplin adalah hasil dari kebiasaan-kebiasaan kecil yang dilakukan setiap hari, seperti membiasakan anak-anak untuk bangun dan tidur tepat waktu, mengerjakan tugas sekolah tanpa menunda, dan menghormati waktu orang lain. Disiplin yang diterapkan sejak dini, baik di rumah maupun di sekolah, akan membantu anak-anak mengembangkan sikap yang teratur dan konsisten dalam hidup mereka.

 

Lima, Kerja Keras. Kerja keras adalah nilai penting yang sering kali diabaikan dalam era serba instan ini. Kebiasaan untuk bekerja keras dapat dibangun melalui tugas-tugas kecil yang diberikan kepada anak-anak secara bertahap. Misalnya, membiasakan mereka untuk menyelesaikan tugas rumah tangga atau tugas sekolah dengan tekun, tanpa mengharapkan hasil instan. Dalam konsep Atomic Habits yang diusulkan Clear (2018), kerja keras bisa dibentuk dari tantangan-tantangan kecil yang diberikan setiap hari, yang akan memperkuat ketekunan dan dedikasi mereka dalam jangka panjang.

 

Enam, Kreatif. Kreativitas adalah kemampuan untuk berpikir di luar batasan dan menciptakan sesuatu yang baru. Untuk menanamkan kreativitas, orang tua dan guru dapat memberikan kebebasan kepada anak-anak untuk mengeksplorasi ide-ide baru, menyelesaikan masalah dengan cara mereka sendiri, dan tidak takut membuat kesalahan. Kebiasaan kecil seperti mengajak anak-anak bermain dengan permainan yang merangsang imajinasi, atau membiarkan mereka mencoba hal-hal baru, akan membantu menumbuhkan kreativitas. Setiap kali anak-anak diberi ruang untuk berpikir kreatif, mereka semakin mengembangkan kebiasaan untuk berpikir inovatif.

 

Tujuh, Mandiri. Kemandirian adalah salah satu karakter yang sangat penting dalam membentuk individu yang tangguh dan tidak mudah bergantung pada orang lain. Kebiasaan untuk mandiri dapat dibangun dengan memberikan tanggung jawab kecil kepada anak-anak sejak dini, seperti merapikan mainan mereka sendiri atau menyiapkan sarapan sederhana. Setiap kali mereka berhasil menyelesaikan tugas-tugas ini tanpa bantuan, mereka belajar untuk menjadi lebih mandiri. Menurut James Clear (2018), kebiasaan kecil yang dilakukan secara konsisten ini akan membentuk rasa percaya diri dan kemampuan untuk mengambil inisiatif.

 

Delapan, Demokratis. Sikap demokratis tidak hanya diajarkan melalui teori politik, tetapi melalui kebiasaan menghormati pendapat orang lain dan memberikan kesempatan kepada setiap orang untuk berbicara. Di lingkungan keluarga atau sekolah, kebiasaan sederhana seperti mengajak anak-anak berdiskusi dan mendengarkan pandangan mereka adalah langkah awal yang baik. Ketika anak-anak merasa pendapat mereka dihargai, mereka akan mengembangkan sikap demokratis yang menghormati hak dan kewajiban orang lain.

 

Sembilan, Rasa Ingin Tahu. Rasa ingin tahu adalah motor penggerak bagi pengetahuan. Kebiasaan untuk selalu bertanya, mencari tahu, dan tidak puas dengan jawaban sederhana harus ditumbuhkan sejak dini. Orang tua dan guru dapat mendorong rasa ingin tahu anak-anak dengan memberikan mereka tantangan baru setiap hari, serta memberikan ruang bagi mereka untuk mengeksplorasi minat mereka. Menurut konsep kebiasaan kecil James Clear (2018), rasa ingin tahu ini dapat terus berkembang jika kita memberikan anak-anak kebiasaan untuk selalu belajar sesuatu yang baru setiap hari.

 

Sepuluh, Semangat Kebangsaan. Mencintai bangsa dan negara bukan hanya soal retorika, tetapi soal tindakan sehari-hari. Kebiasaan untuk menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan individu dapat diajarkan melalui partisipasi dalam kegiatan sosial atau kegiatan kebangsaan sejak usia dini. Mengajak anak-anak untuk mengenal sejarah bangsa, mengunjungi tempat-tempat bersejarah, atau berpartisipasi dalam perayaan nasional adalah kebiasaan kecil yang dapat membangun semangat kebangsaan mereka.

 

Sebelas, Cinta Tanah Air. Cinta tanah air harus ditanamkan melalui tindakan nyata. Kebiasaan kecil seperti menjaga kebersihan lingkungan, menghargai kekayaan alam Indonesia, atau membeli produk lokal bisa menjadi langkah awal yang sederhana namun efektif. James Clear (2018) menjelaskan bahwa kebiasaan yang baik akan bertahan jika dilengkapi dengan penguatan positif. Dengan memberikan apresiasi ketika anak-anak menunjukkan cinta kepada tanah air melalui tindakan nyata, kita akan memperkuat rasa bangga dan kepedulian mereka terhadap negara.

 

Dua Belas, Menghargai Prestasi. Anak-anak perlu diajarkan untuk menghargai pencapaian orang lain, bukan hanya fokus pada pencapaian mereka sendiri. Kebiasaan untuk memberikan pujian tulus kepada teman yang berhasil mencapai sesuatu atau merayakan kesuksesan orang lain adalah bagian dari proses ini. Ini bisa dimulai dari lingkungan keluarga atau sekolah, di mana anak-anak diajak untuk mengapresiasi prestasi teman-temannya, bukan merasa iri. Kebiasaan menghargai prestasi ini, jika dipraktikkan secara konsisten, akan membentuk sikap saling menghormati dalam masyarakat.

 

Tiga Belas, Bersahabat/Komunikatif. Bersikap ramah dan mudah berkomunikasi adalah bagian penting dari pembentukan karakter sosial. Mengajak anak-anak untuk terbiasa berinteraksi dengan teman-temannya, berbicara dengan sopan, dan mendengarkan dengan baik, adalah kebiasaan-kebiasaan kecil yang akan membangun kemampuan komunikasi mereka. Di lingkungan sekolah, guru dapat mendorong interaksi antarsiswa dengan memberikan tugas kelompok atau proyek bersama.

 

Empat Belas, Cinta Damai. Mencintai kedamaian berarti memiliki kebiasaan untuk tidak mencari konflik dan lebih memilih solusi damai dalam setiap situasi. Ini bisa diajarkan kepada anak-anak melalui kebiasaan sederhana seperti meminta maaf ketika melakukan kesalahan, berbicara dengan nada lembut, dan menghindari pertengkaran. Dengan membiasakan anak-anak untuk menyelesaikan masalah secara damai, kita akan membentuk karakter yang lebih harmonis dan inklusif.

 

Lima Belas, Gemar Membaca. Gemar membaca adalah kebiasaan yang sangat penting untuk membangun wawasan yang luas. Namun, kebiasaan ini sering kali sulit ditanamkan tanpa contoh dan dorongan yang konsisten. Di sinilah pendekatan kebiasaan kecil dari James Clear (2018) menjadi relevan. Orang tua dan guru dapat memulai dengan membiasakan anak-anak membaca buku ringan selama beberapa menit setiap hari. Kebiasaan ini, jika dilakukan terus-menerus, akan menumbuhkan rasa cinta terhadap membaca. Dengan membiasakan anak untuk menyediakan waktu khusus untuk membaca, baik di rumah maupun di sekolah, mereka akan mulai menikmati proses tersebut dan perlahan-lahan kebiasaan itu akan menjadi bagian dari diri mereka.

 

Selain itu, guru dan orang tua juga bisa memperkenalkan beragam jenis bacaan, seperti buku-buku cerita tentang nilai-nilai moral, kebangsaan, atau keragaman budaya. Bacaan yang beragam ini akan menambah wawasan anak-anak tentang dunia, sekaligus menumbuhkan kebiasaan untuk mencari pengetahuan baru. Jika mereka mulai dari langkah kecil, seperti membaca satu bab sehari atau satu artikel per minggu, kebiasaan ini akan terus berkembang seiring waktu.

 

Enam Belas, Peduli Lingkungan. Peduli lingkungan bukan hanya sekadar teori atau slogan, tetapi harus menjadi bagian dari kebiasaan sehari-hari. Kebiasaan untuk menjaga kebersihan, tidak membuang sampah sembarangan, dan merawat lingkungan bisa ditanamkan sejak dini melalui tindakan kecil yang konsisten. Di rumah, orang tua bisa mengajak anak-anak untuk bersama-sama membersihkan halaman atau menanam pohon. Di sekolah, guru dapat mengajak siswa untuk mengikuti program daur ulang atau kampanye lingkungan.

 

Dalam konteks kebiasaan kecil, James Clear (2018) menekankan pentingnya memulai dari tindakan yang sederhana namun dapat dilakukan secara terus-menerus. Misalnya, membiasakan anak untuk membuang sampah pada tempatnya, atau mengurangi penggunaan plastik dalam kehidupan sehari-hari. Dengan penghargaan sederhana setiap kali mereka melakukan tindakan positif terhadap lingkungan, kebiasaan ini akan mengakar kuat. Jika dipraktikkan secara konsisten, rasa peduli terhadap lingkungan akan menjadi bagian dari karakter anak dan membawa dampak positif bagi masyarakat.

 

Tujuh Belas, Peduli Sosial. Peduli sosial adalah sikap untuk selalu ingin membantu orang lain, terutama mereka yang membutuhkan. Kebiasaan untuk bersikap peduli dapat dibangun dengan mendorong anak-anak untuk berbagi, membantu teman-teman yang kesulitan, atau berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Seperti yang dijelaskan James Clear (2018), kebiasaan kecil seperti ini harus dilatih secara berulang-ulang agar menjadi bagian dari rutinitas mereka.

 

Di rumah, orang tua bisa membiasakan anak-anak untuk memberikan sebagian mainan atau makanan kepada mereka yang membutuhkan, atau terlibat dalam kegiatan sosial bersama keluarga. Di sekolah, siswa bisa diajak untuk mengikuti kegiatan bakti sosial atau penggalangan dana untuk membantu mereka yang kurang beruntung. Setiap kali anak-anak berpartisipasi dalam kegiatan sosial, mereka akan merasakan penghargaan dari tindakan tersebut, baik secara emosional maupun sosial, yang akan memperkuat kebiasaan mereka untuk peduli kepada sesama.

 

Delapan Belas, Tanggung Jawab. Tanggung jawab adalah nilai penting yang harus ditanamkan sejak dini, karena ia menjadi dasar dari kepercayaan diri dan integritas seseorang. Kebiasaan bertanggung jawab dapat dimulai dari hal-hal kecil, seperti menyelesaikan tugas rumah, merapikan mainan, atau menjaga barang-barang pribadi. Dalam pendekatan Atomic Habits (Clear, 2018), kebiasaan tanggung jawab dapat dipicu dengan memberi anak-anak tugas harian yang sesuai dengan usia mereka dan memberikan penghargaan saat tugas tersebut selesai.

 

Tanggung jawab juga bisa dilatih melalui kerja kelompok di sekolah, di mana siswa diajarkan untuk memikul tanggung jawab atas peran mereka dalam tim. Setiap keberhasilan menyelesaikan tugas akan membentuk pola pikir bahwa mereka mampu dan bertanggung jawab atas apa yang telah mereka lakukan. Ini tidak hanya memperkuat karakter individu, tetapi juga membentuk generasi yang lebih mandiri dan bertanggung jawab terhadap masyarakat.

 

Sinergi Pendidikan Formal dan Informal dalam Membentuk Karakter

 

Nilai-nilai karakter yang telah diidentifikasi oleh Diknas ini, yang disinari moderasi beragama, selayaknya dapat ditanamkan melalui sinergi antara pendidikan formal di sekolah dan pendidikan informal di rumah. Pendidikan karakter yang baik tidak bisa hanya bergantung pada satu sektor saja. Orang tua dan guru harus bekerja sama untuk memastikan bahwa nilai-nilai tersebut tertanam dalam setiap aspek kehidupan anak-anak.

 

Dalam konteks ini, James Clear (2018) menekankan pentingnya menciptakan lingkungan yang mendukung kebiasaan baik. Lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat harus menjadi tempat di mana kebiasaan-kebiasaan kecil yang positif bisa tumbuh dan berkembang. Sebagai contoh, di rumah, orang tua bisa menciptakan lingkungan yang mendukung nilai-nilai kejujuran, disiplin, dan peduli sosial melalui rutinitas sehari-hari. Di sekolah, guru bisa mendorong siswa untuk mempraktikkan nilai-nilai seperti kerja keras, kreatif, dan demokratis melalui metode pembelajaran yang partisipatif dan interaktif.

 

Selain itu, nilai-nilai agama yang diajarkan di sekolah harus diperkuat di rumah melalui kebiasaan sederhana seperti berdoa bersama, berbicara tentang pentingnya menghormati agama lain, dan mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari. Dengan sinergi yang kuat antara pendidikan formal dan informal, anak-anak akan tumbuh dengan karakter yang kuat dan berakar pada nilai-nilai moral dan agama yang mereka pelajari.

 

Tantangannya

 

Salah satu tantangan terbesar dalam masyarakat Indonesia yang plural adalah menjaga harmoni antaragama. Moderasi beragama adalah nilai inti yang harus ditanamkan dalam setiap individu untuk memastikan bahwa perbedaan keyakinan tidak menjadi sumber konflik, tetapi menjadi kekuatan yang mempersatukan. Moderasi beragama juga menjadi salah satu nilai penting dalam pendidikan karakter, karena ia mengajarkan toleransi, menghargai perbedaan, dan hidup rukun dalam masyarakat yang beragam.

 

Nilai-nilai seperti religius, toleransi, cinta damai, dan bersahabat menjadi sangat penting dalam konteks moderasi beragama. Melalui kebiasaan-kebiasaan kecil seperti menghargai perbedaan pendapat, mendengarkan pandangan agama lain dengan rasa hormat, dan mengedepankan dialog yang terbuka, moderasi beragama dapat dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan ini harus dibentuk sejak dini, baik di rumah maupun di sekolah, agar anak-anak tumbuh menjadi individu yang mampu hidup harmonis di tengah perbedaan.

 

James Clear (2018) mengingatkan kita bahwa perubahan besar datang dari tindakan-tindakan kecil yang dilakukan secara terus-menerus. Membangun karakter yang moderat dalam beragama tidak bisa dicapai melalui satu langkah besar, tetapi melalui kebiasaan-kebiasaan kecil yang ditanamkan sejak dini. Ketika anak-anak dibiasakan untuk bersikap moderat, menghargai perbedaan, dan berpartisipasi dalam dialog antaragama, mereka akan tumbuh menjadi individu yang mampu menjaga harmoni sosial.

 

Dengan menanamkan 18 nilai karakter yang disinari moderasi beragama melalui kebiasaan-kebiasaan kecil yang diterapkan di sekolah dan di rumah, kita dapat menciptakan generasi yang lebih kuat, moderat, dan inklusif. Kebiasaan-kebiasaan ini, jika dipraktikkan secara berkelanjutan, akan menghasilkan perubahan besar dalam jangka panjang—baik dalam diri individu maupun dalam masyarakat secara keseluruhan. “Dan inilah yang menjadi tujuan utama pendidikan karakter: membentuk individu beragama yang berkarakter kuat, moderat, dan mampu menjaga harmoni dalam masyarakat yang beragam.”***

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Trending Now