Oleh:
Syamsul Kurniawan
Dalam
dunia pendidikan, pengajaran tentang moderasi beragama memegang peran penting
dalam membentuk generasi yang siap menghadapi keberagaman. Indonesia adalah
negara yang kaya dengan pluralitas agama, budaya, dan adat-istiadat. Namun, di
tengah kemajemukan ini, terdapat tantangan besar: bagaimana mengajarkan siswa
untuk hidup dalam kerukunan dan saling menghargai? Di sinilah pentingnya
pendidikan moderasi beragama yang harus diperkenalkan sejak dini, terutama
dalam kerangka Merdeka Belajar.
Pendidikan
yang efektif dalam konteks moderasi beragama tidak cukup hanya memberikan teori
agama. Ia memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif, salah satunya adalah
penerapan kebiasaan-kebiasaan baik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam bukunya Atomic
Habits (2018), James Clear menjelaskan bahwa perubahan besar dimulai dari
kebiasaan kecil. Dengan demikian, pembentukan karakter moderat dalam beragama
pun bisa dilakukan dengan pendekatan serupa: melalui kebiasaan kecil yang
konsisten. Sistem Merdeka Belajar, yang memungkinkan kurikulum lebih fleksibel
dan berpusat pada siswa, membuka peluang besar untuk menanamkan nilai-nilai
moderasi ini dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Prinsip
Mendidikkan Moderasi Beragama dalam Konteks Merdeka Belajar
Keputusan
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 56/M/2022 memberikan
pedoman penerapan Kurikulum Merdeka yang berfokus pada pemulihan pembelajaran.
Ada lima prinsip penting yang perlu diterapkan dalam mendidikkan karakter
moderasi beragama di sekolah, yaitu:
Satu,
Pembelajaran yang dirancang dengan mempertimbangkan tahap perkembangan siswa.
Dalam konteks moderasi beragama, ini berarti bahwa guru harus memahami bahwa
setiap siswa memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Pemahaman ini akan
membantu dalam menyusun strategi pengajaran yang relevan dan kontekstual.
Dua,
Pembelajaran untuk membangun kapasitas sebagai pembelajar sepanjang hayat.
Moderasi beragama tidak hanya diajarkan di kelas agama, tetapi juga harus
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menanamkan kebiasaan baik
sejak dini, seperti menghargai perbedaan dan menghindari ekstremisme, siswa
akan tumbuh menjadi individu yang mampu hidup harmonis di tengah keberagaman.
Tiga,
Proses pembelajaran yang mendukung perkembangan kompetensi dan karakter siswa
secara holistik. Pendidikan moderasi beragama harus mencakup aspek kognitif,
afektif, dan perilaku. Artinya, siswa tidak hanya belajar tentang teori agama
yang moderat, tetapi juga menginternalisasinya dalam sikap dan tindakan
sehari-hari.
Empat,
Pembelajaran yang relevan dengan konteks, lingkungan, dan budaya siswa. Dalam
konteks ini, pendidikan moderasi beragama harus disesuaikan dengan lingkungan
sosial siswa. Siswa yang hidup di daerah yang plural harus diajarkan tentang
pentingnya saling menghargai dan menghormati perbedaan.
Lima,
Pembelajaran berorientasi pada masa depan yang berkelanjutan. Moderasi beragama
adalah konsep yang sangat relevan dengan masa depan Indonesia. Sebagai negara
dengan masyarakat yang sangat beragam, penting bagi kita untuk membekali
generasi muda dengan sikap yang inklusif dan toleran, agar mereka bisa menjaga
keutuhan bangsa di masa depan.***