Iklan

Moderasi Beragama dan Sikap Akomodatif terhadap Budaya Lokal

syamsul kurniawan
Thursday, September 5, 2024
Last Updated 2025-02-22T09:27:34Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates


Oleh: Syamsul Kurniawan


Dalam memandang relasi antara agama dan kebudayaan, pandangan Sachiko Murata dalam bukunya The Tao of Islam (1992) memberikan perspektif yang sangat relevan. Murata, seorang ahli studi Islam, menyatakan bahwa Islam, pada intinya, memiliki kedalaman yang sejalan dengan pemikiran-pemikiran Timur, termasuk konsep-konsep dalam Taoism yang menekankan keselarasan antara prinsip ilahi dan kehidupan sehari-hari. Konsep ini menunjukkan bagaimana Islam tidak bertentangan dengan elemen-elemen budaya lokal, tetapi malah dapat mengakomodasi dan memperkaya praktik budaya tersebut dalam kerangka nilai-nilai spiritual yang universal.


Sachiko Murata dalam The Tao of Islam mengungkapkan bahwa Islam, meskipun berasal dari tradisi Arab dan kawasan Timur Tengah, memiliki kedalaman yang memungkinkan agama ini untuk berinteraksi dengan berbagai budaya lokal. Dalam pemikiran Murata, Islam, jika dilihat dari aspek mistisnya, tidak hanya berbicara tentang syariah atau aturan hukum yang ketat, tetapi juga berbicara tentang harmoni dengan alam semesta dan manusia. Inilah yang sejalan dengan konsep Tao dalam Taoism, yang menekankan keseimbangan dan keselarasan. Agama Islam, dalam pengertian ini, memiliki dimensi yang memungkinkan ia untuk akomodatif terhadap kebudayaan lokal yang beragam.


Dalam konteks Indonesia, dengan keragaman budaya lokal yang sangat kaya, relasi antara agama Islam dan kebudayaan lokal dapat dilihat sebagai saling melengkapi dan memperkaya. Seperti yang dijelaskan oleh Murata, keberadaan fitrah manusia dalam Islam memungkinkan agama ini untuk hadir dalam berbagai bentuk yang menyatu dengan kebudayaan setempat. Islam tidak memaksakan bentuk tertentu terhadap budaya lokal, tetapi lebih kepada bagaimana ajaran Islam bisa disesuaikan dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat untuk menciptakan keselarasan yang saling mendukung.


Corak Keagamaan Lokal dan Islam


Di Indonesia, corak keagamaan lokal, khususnya dalam tradisi Islam, memiliki banyak adaptasi terhadap kebudayaan setempat. Dalam banyak kasus, seperti dalam perayaan Maulid Nabi yang digelar dengan nuansa budaya Jawa, Islam menunjukkan sikap akomodatif yang sangat jelas terhadap budaya lokal. Murata menekankan bahwa Islam tidak sekadar sebagai sistem hukum atau ritual, tetapi lebih sebagai jalan hidup yang memungkinkan umatnya untuk berinteraksi dengan dunia sekitar mereka. Dalam hal ini, Islam di Indonesia tidak hanya berdiri sendiri sebagai sistem keyakinan yang terpisah dari kebudayaan, tetapi justru terjalin erat dengan kebudayaan lokal yang memberikan warna pada ekspresi agama.


Namun, sebagaimana yang telah diungkapkan, masalah sering muncul ketika ada perbedaan penafsiran antara kebudayaan lokal dan ajaran agama. Dalam banyak hal, budaya lokal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip agama sering kali dipandang sebagai ancaman terhadap kemurnian ajaran agama. Sachiko Murata dalam bukunya mengungkapkan bahwa pada dasarnya, prinsip Tao mengajarkan keselarasan dan penerimaan terhadap keberagaman yang ada. Dalam pandangannya, jika Islam bisa dipahami sebagai suatu ajaran yang mengarah pada kedamaian universal, maka pemahaman tentang perbedaan budaya seharusnya tidak menjadi halangan untuk beradaptasi dan menghargai perbedaan tersebut. Sebaliknya, perbedaan budaya lokal justru dapat dilihat sebagai bagian dari keindahan ciptaan Tuhan yang harus dihargai.


Nilai-Nilai Budaya dan Keagamaan yang Mendorong Perdamaian


Di dalam The Tao of Islam (1992), Murata menekankan pentingnya kedamaian sebagai inti dari ajaran Islam, yang sejalan dengan nilai-nilai dalam kebudayaan lokal yang juga mengutamakan kerukunan. Dalam konteks Indonesia, nilai rukun yang terdapat dalam kebudayaan Jawa sangat selaras dengan ajaran Islam yang mengedepankan ukhuwah Islamiyah dan ukhuwah basyariyah. Nilai-nilai ini menjadi landasan bagi terciptanya perdamaian, karena keduanya mengajarkan pentingnya menghargai perbedaan dan bekerja bersama demi kebaikan bersama.


Sikap akomodatif terhadap budaya lokal, bisa menjadi sarana yang sangat efektif dalam memperkuat toleransi dan perdamaian. Islam, melalui ajaran yang moderat, tidak menentang atau menghapus kebudayaan lokal, tetapi memberikan ruang untuk budaya tersebut berkembang dalam kerangka yang lebih luas dan lebih mendalam.


Memecahkan Problematika Akomodasi terhadap Kebudayaan Lokal


Berdasarkan pandangan Murata, memecahkan masalah yang timbul dalam hubungan antara agama dan budaya lokal adalah dengan mengadopsi pendekatan yang inklusif dan adaptif. Murata berpendapat bahwa pendekatan yang harus diambil dalam berinteraksi dengan kebudayaan lokal adalah melalui pemahaman yang mendalam terhadap ajaran agama yang lebih universal. Islam, yang merupakan agama dengan wawasan yang luas, harus mengakomodasi kebudayaan lokal dan melihatnya sebagai bagian dari kekayaan manusia yang perlu dijaga dan dihargai. Mengadopsi prinsip Tao yang menekankan keseimbangan dan keselarasan dalam kehidupan adalah kunci untuk menyelesaikan permasalahan ini.


Sikap moderat yang ditunjukkan oleh Islam terhadap budaya lokal, seperti yang dipaparkan di atas, sangat penting untuk menciptakan kedamaian dalam masyarakat yang beragam. Agama Islam, dengan ajaran yang moderat, tidak hanya memperkenalkan nilai-nilai spiritual tetapi juga mengakomodasi budaya lokal sebagai bagian dari keragaman yang harus dihargai. Melalui pemahaman yang lebih mendalam dan inklusif, budaya lokal dan agama dapat saling memperkaya dan berjalan beriringan untuk menciptakan masyarakat yang damai dan harmonis.***

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Trending Now