Iklan

Jihad Sosial sebagai Kebutuhan

syamsul kurniawan
Tuesday, September 17, 2024
Last Updated 2025-01-07T12:16:37Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates

Oleh: Syamsul Kurniawan


Saat saya menulis opini ini, ingatan saya melayang ke sebuah malam di Kota Pontianak. Bersama beberapa teman, kami duduk di sudut kafe, menikmati kopi robusta khas kota ini, sambil mengobrol santai tentang peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 H yang akan datang. Perbincangan kami berkembang dari topik-topik keagamaan yang biasanya muncul dalam peringatan Maulid: surga, neraka, pahala, dosa. Namun, seringkali pembahasan tersebut terasa sangat seremonial, tanpa menyentuh persoalan-persoalan konkret yang dihadapi masyarakat.

 

Salah satu teman saya mengeluhkan, "Penceramah sering bicara tentang hal-hal spiritual, tetapi mengapa jarang ada yang membahas kemiskinan atau ketidakadilan yang kita hadapi sehari-hari?" Pertanyaan ini membuat saya terhenti sejenak. Benar, mengapa banyak penceramah yang melewatkan isu-isu sosial yang nyata, seperti penurunan jumlah kelas menengah atau ketimpangan ekonomi, padahal peringatan Maulid seharusnya menjadi momen refleksi yang mendalam terhadap ajaran Nabi Muhammad SAW yang relevan dengan zaman sekarang?

 

Jihad dalam Konteks Sosial: Mengapa Penting?

 

Dalam diskusi kami di warung kopi itu, saya teringat tentang konsep jihad yang sering disalahartikan dan dikaitkan dengan kekerasan atau perang fisik. Padahal, jihad dalam Islam memiliki makna yang jauh lebih luas. Secara etimologis, jihad berasal dari kata "jahada" yang berarti mencurahkan segala kemampuan. Menurut Hans Wehr dalam A Dictionary of Modern Written Arabic (1993), jihad dapat diartikan sebagai perjuangan atau pertempuran, dan sering disalahartikan sebagai "perang suci". Namun, jihad fi sabilillah yang sesungguhnya adalah perjuangan di jalan Allah, yang bisa berupa apa saja, mulai dari melawan hawa nafsu hingga usaha menegakkan keadilan sosial.

 

Tentu saja, jihad adalah kewajiban yang terus berlangsung hingga hari kiamat, dengan tingkat tertingginya berupa perang di jalan Allah, namun juga mencakup perjuangan dengan lisan, pena, dan tindakan nyata dalam melawan keburukan. Nabi Muhammad SAW juga bersabda bahwa jihad tertinggi adalah mengatakan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim. Oleh karena itu, jihad sosial, seperti perjuangan melawan kemiskinan dan ketidakadilan, juga merupakan bagian dari jihad fi sabilillah.

 

Dalam konteks ini, saya melihat bahwa tantangan yang kita hadapi di Indonesia saat ini, termasuk penurunan kelas menengah, adalah bagian dari pertempuran sosial yang harus diperjuangkan sebagai bentuk jihad modern. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa jumlah kelas menengah Indonesia telah menurun dari 57,33 juta pada 2019 menjadi 47,85 juta pada 2024. Penurunan ini bukan sekadar angka, tetapi mencerminkan ketidakadilan struktural yang semakin memperlebar jurang antara yang kaya dan yang miskin.

 

Penurunan kelas menengah tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain di dunia. Presiden Joko Widodo, dalam sebuah pidatonya, menyebutkan bahwa penurunan kelas menengah adalah masalah global, terutama sebagai dampak dari perlambatan ekonomi global dan pandemi Covid-19. Namun, masalah ini di Indonesia sangat terasa karena ketidakadilan ekonomi yang sudah lama mengakar. Seperti yang dijelaskan Pierre Bourdieu dalam Distinction: A Social Critique of the Judgement of Taste (1984), kemiskinan dan ketidakadilan tidak hanya disebabkan oleh kekurangan modal ekonomi, tetapi juga oleh kurangnya modal sosial dan kultural. Mereka yang tidak memiliki akses ke pendidikan, pengetahuan, atau jaringan sosial yang kuat akan semakin terpinggirkan dalam sistem ekonomi yang tidak adil ini.

 

Obrolan kami di kafe malam itu semakin memperdalam refleksi saya. Jika kita benar-benar ingin memahami dan memperingati Maulid Nabi, maka jihad sosial seharusnya menjadi topik yang lebih sering dibicarakan. Nabi Muhammad SAW mengajarkan bahwa Islam adalah agama yang menegakkan keadilan, baik untuk sesama Muslim maupun non-Muslim. Jihad yang sejati bukan tentang perang fisik, tetapi tentang perjuangan untuk menegakkan keadilan di semua aspek kehidupan.

 

Jihad sosial, dalam konteks modern, melibatkan perjuangan melawan kemiskinan dan ketimpangan. Ini bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab setiap individu yang mampu memberikan kontribusi untuk menciptakan perubahan sosial. Nabi SAW telah menunjukkan kepada kita bahwa zakat, sedekah, dan infak bukan hanya amal pribadi, tetapi bagian dari sistem ekonomi yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan dan pemerataan kekayaan.

 

Namun, ini tidak mudah. Jean Baudrillard, dalam Simulacra and Simulation (1994), menyatakan bahwa media modern sering kali menciptakan "hyperreality", di mana representasi media membentuk pandangan yang tidak akurat tentang realitas. Dalam konteks kemiskinan, media sering menampilkan narasi yang salah, seolah-olah kemiskinan adalah hasil dari kegagalan individu, bukan hasil dari sistem ekonomi yang tidak adil. Hal ini memperparah ketidakadilan, karena masyarakat mulai menyalahkan individu yang miskin, tanpa memahami akar permasalahan yang lebih dalam.

 

Obrolan kami malam itu juga menyinggung bagaimana media sering gagal menyajikan analisis yang mendalam tentang kemiskinan. Salah seorang teman saya, yang bekerja di sektor media, mengakui bahwa berita kemiskinan sering kali disederhanakan menjadi kisah personal, tanpa menjelaskan bagaimana ketimpangan struktural menciptakan lingkaran kemiskinan yang sulit ditembus. Ini adalah salah satu tantangan dalam jihad intelektual kita: melawan narasi palsu yang diciptakan oleh media dan menyajikan analisis yang lebih jujur dan akurat tentang realitas kemiskinan di Indonesia.

 

Menegakkan Keadilan: Jihad Sosial di Zaman Ini

 

Seandainya para penceramah Maulid lebih sering membahas jihad sosial, peringatan ini akan terasa lebih relevan dan mendalam. Jihad tidak hanya berarti perang fisik, tetapi juga perjuangan melawan segala bentuk ketidakadilan. Nabi Muhammad SAW telah menunjukkan kepada kita bahwa jihad yang paling utama adalah jihad untuk memperbaiki diri dan masyarakat. Perjuangan melawan kemiskinan, ketimpangan, dan penindasan adalah bentuk jihad yang paling relevan di zaman sekarang.

 

Memperingati Maulid Nabi seharusnya tidak hanya menjadi seremonial belaka, tetapi menjadi momen refleksi mendalam tentang bagaimana kita bisa menerapkan ajaran-ajaran beliau dalam kehidupan nyata. Jihad sosial, dalam bentuk perjuangan untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera, adalah salah satu cara terbaik untuk mewujudkan nilai-nilai Islam dalam tindakan nyata.

 

Pada akhirnya, jihad sosial bukan hanya tugas para pemimpin atau cendekiawan. Ini adalah tanggung jawab setiap Muslim dan setiap individu yang peduli pada keadilan sosial. Dalam jihad ini, kita memperjuangkan bukan hanya kepentingan diri sendiri, tetapi juga kepentingan masyarakat luas. Rasulullah SAW mengajarkan bahwa jihad yang paling mulia adalah perjuangan untuk menegakkan keadilan, baik dalam skala kecil maupun besar.

 

Sebagai umat Muslim yang memperingati Maulid Nabi, mari kita jadikan jihad sosial sebagai bagian dari misi hidup kita. Dengan memperjuangkan keadilan sosial, kita tidak hanya mengenang Rasulullah, tetapi juga melanjutkan perjuangan beliau untuk menciptakan dunia yang lebih adil dan sejahtera. Jihad fi sabilillah tidak hanya berarti perang, tetapi juga perjuangan untuk menyempurnakan dunia ini dengan akhlak yang mulia dan keadilan sosial.***

iklan
Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

Trending Now