MADRASAH sebenarnya merupakan model lembaga pendidikan yang ideal karena menawarkan keseimbangan dalam pendidikannya. Tidak hanya tujuan pendidikannya yang berorientasi dunia dan akhirat, namun juga materi yang diberikannya juga dibangun dari keseimbangan antara ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.[1] Berdasarkan asumsi ini, di era apapun, bahkan di era society 5.0 sebagaimana saat ini trennya, madrasah dan model pendidikan yang dikembangkannya semestinya relevan. Kalaupun ada yang terlihat kurang mampu beradaptasi, itu bukan karena madrasahnya yang tidak relevan, melainkan pengelola dari madrasah yang kurang mampu beradaptasi dan dalam kerja-kerjanya tidak berorientasi pada mutu.
Sebagaimana
dimafhumi, madrasah saat ini ditantang mampu beradaptasi dengan era society
5.0, yaitu era yang mana masyarakatnya amat
mengandalkan teknologi yang serba digital. Pada era ini, masyarakat diharapkan
mampu menyelesaikan berbagai tantangan dan permasalahan sosial dalam
kehidupannya dengan memanfaatkan berbagai inovasi teknologi digital untuk
meningkatkan kualitas hidupnya. Apa yang bisa dipahami di sini pula adalah,
bahwa dalam menghadapi era
society 5.0, madrasah dan
berbagai macam kelembagaan pendidikan yang lain selayaknya bisa berperan
penting dalam meningkatkan mutu sumber daya manusianya yang relevan dengan
kebutuhan era sekarang.
Sulit menampik, bagaimana peran
fungsional madrasah masih sangat besar dalam mencetak generasi-generasi yang
turut mengisi pembangunan di negeri ini. Sehingga, ketika madrasah tidak
berhasil mencetak generasi-generasi yang sejalan dengan kebutuhan era ini,
yaitu society 5.0 madrasah akan kehilangan trust-nya di
tengah-tengah masyarakat. Saat ini saja madrasah sering dianggap sebagai second
choice setelah sekolah (jika orientasinya adalah pendalaman ilmu-ilmu umum)
dan pesantren (jika orientasinya adalah pendalaman ilmu-ilmu agama).[2]
Untuk itu, di era society 5.0
sebagaimana saat ini, mutu madrasah perlu diperhatikan. Jika pengelola madrasah
abai terhadap mutu ini, maka akan banyak dari peserta didik yang kehilangan
kesempatannya untuk mengimbangi kemajuan era society 5.0 yang pesat.
Bahkan, bukannya tidak mungkin lulusan-lulusan dari madrasah menjadi lulusan-lulusan
yang kurang mampu berkontestasi dalam hal apapun di tengah-tengah
masyarakatnya.
Agar
mutu madrasah bisa sejalan dengan kebutuhan era society 5.0, diperlukan kesadaran
pengelola madrasah terhadap masalah-masalah yang ada di seputar madrasah mereka.
Kesadaran seputar ini, mestinya dibangun dari pemahaman mereka yang mendalam
seputar manajemen mutu madrasah.
Ara
Hidayat dan Imam Machali, berpendapat bahwa manajemen mutu dalam pelaksanaan
program pendidikan, bukanlah tujuan, melainkan instrumen dan/atau metode dalam
mencapai mutu dan meningkatkan performance yang diharapkan.[3]
Manajemen mutu madrasah dengan demikian adalah perkara yang penting, sebab
beririsan dengan mutu pendidikan dan performance dari berbagai
kebijakan/program-programnya. Menurut Charles Hoy, dkk, lembaga pendidikan
dikatakan bermutu manakala kebijakan/programnya berlangsung efektif.[4]
Dalam konteksnya di era society 5.0, mestinya bagi madrasah pun demikian. Mujamil
Qomar, sependapat, bahwa madrasah secara kelembagaan tidak boleh
mengesampingkan aspek manajemen ini.[5]
Untuk mencapai mutu yang demikian ini, madrasah perlu memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut: Satu, Supporting inputs, yaitu berbagai perangkat yang mendukung tercapainya mutu madrasah. Perangkat yang dimaksudkan dalam hal ini, bisa dilihat dari sisi peserta didik, pendidik, pengelola (staff), masyarakat, dan lain-lain. Dari sisi siswa. Madrasah dikatakan bermutu manakala lulusannya adalah peserta didik-peserta didiknya yang memiliki keunggulan dari sisi prestasi akademik, memiliki kreatifitas, percaya diri, aspiratif, tidak ragu berpendapat, memiliki ekspektasi tinggi, selalu hadir dalam kegiatan, dan memiliki tingkat kelulusan yang tinggi dan/atau sebaliknya angka putus sekolah tidak ada sama sekali atau nol persen. Kecuali memiliki keunggulan dalam prestasi, siswa juga memiliki karakter yang baik. Dari sisi pendidik. Madrasah yang mutunya baik atau unggul memperhatikan kepuasan kerja guru, angka ketidakhadiran guru 0 persen, Keberadaan guru menjadi poin penting bagi keberhasilan madrasah, terutama bagi guru yang melaksanakan fungsi mengajarnya dengan penuh makna (purposeful teaching). Kecuali selayaknya memiliki kompetensi mengajar, guru madrasah adalah profil yang mampu menggerakkan siswa-siswanya dalam belajar, terutama “belajar tentang bagaimana belajar”. Namun demikian, guru adalah profil yang mestinya bisa diteladani oleh siswa-siswanya, termasuk dalam belajar dan belajar tentang bagaimana seharusnya belajar. Dari sisi pengelola. Madrasah dikatakan bermutu, manakala ada dukungan alokasi anggaran yang mencukupi, ada kepuasan kerja dari para staff, dan terlihat komitmen dan loyalitas mereka. Terakhir, dari sisi ada tidaknya support dari luar madrasah yang memberikan citra positif terhadap madrasah, yang terlihat terutama dari meningkatnya trust mereka terhadap madrasah.
Dua, Enabling Conditions, yaitu kondisi yang memungkinkan dalam pengertian bahwa kondisi tersebut diperlukan bagi madrasah dalam mewujudkan iklim madrasah yang bermutu. Kondisi ini sangat mungkin diwujudkan, manakala di madrasah terwujud model kepemimpinan yang efektif dari kepala madrasahnya. Kepemimpinan efektif adalah model kepemimpinan yang ditandai oleh kemampuan kepala madrasah dalam: a) mengkomunikasikan visi, misi, dan nilai-nilai-nilai institusional; b) memotivasi staff untuk bertanggung jawab mengembangkan budaya mutu; dan c) meningkatkan komitmen terhadap perbaikan mutu secara kontinyu. Kecuali adanya model kepemimpinan efektif yang mampu dipraktikkan oleh kepala madrasah, juga penting dalam kaitannya dengan ini, guru-guru yang kompeten, fleksibel, professional dan beriorientasi pada mutu. Selainnya juga penting, budaya sekolah, yang mana misalnya waktu-waktu luang di madrasah bisa dimanfaatkan dengan kegiatan apapun baik guru atau siswa ke arah yang produktif dan berorientasi mutu.
Tiga, School Climate, yaitu iklim madrasah
yang mendukung terwujudnya aktifitas belajar dan mengajar yang efektif, dan
tidak hanya itu juga menimbulkan kesan menyenangkan. Iklim madrasah yang
demikian ini, bisa terlihat dari antusiasme siswa dan guru, keteraturan dan
disiplin di lingkungan sosial madrasah, serta adanya sistem reward dan punishment
yang menjamin mutu, dan lain-lain.[6]
Kecuali
perlu memperhatikan aspek-aspek di atas, pengelola madrasah yang sudah
menyadari pentingnya kesadaran mutu di era society 5.0, mestilah memiliki
kemampuan mengidentifikasi kelemahan diri dan menemukan peluang untuk
meningkatkan kapasitasnya dalam rangka menyiapkan lulusan-lulusan madrasah yang
mampu menjawab tantangan-tantangan dari era ini. Tentu saja banyak rintangan-rintangan
yang akan menghambat, namun tidak ada pilihan lain untuk menghindari tantangan,
oleh karena era society 5.0 telah menancapkan pengaruhnya demikian dalam di
semua lini kehidupan masyarakat saat ini. Ketimbang menganggapnya sebagai
hambatan, para pengelola madrasah lebih bijaksana menilainya sebagai peluang. Peserta didik yang kelak menjadi lulusannya diharapkan dapat
memiliki kecakapan hidup era society 5.0 yang dikenal dengan istilah 4C,
yakni creativity, critical thinking,
communication, dan collaboration.
Para lulusan madrasah yang berbekal
kecakapan ini, mesti akan nampak keunggulannya, baik dalam sisi intelektualnya,
keterampilannya, dan kepribadiannya. Ketiga sisi keunggulan ini, sebagaimana
dijelaskan oleh Sulaiman, saling menopang satu dengan yang lain, dan kemudian
membentuk integritas dari lulusan madrasah. Keunggulan lulusan madrasah dari
sisi ini membuatnya mampu berkontestasi di tengah-tengah masyarakatnya di era
ini.[7]***
[1] KA. Rahman, “Peningkatan Mutu Madrasah
Melalui Partisipasi Masyarakat”, Jurnal Pendidikan Islam, Volume 1,
Nomor 2, Desember 2012, 237-238.
[2] Sulaiman, “Pendidikan Madrasah Era
Digital”, Jurnal Al-Makrifat, Volume 2, Nomor 1, April 2017, 2.
[3] Ara Hidayat dan Imam Machali, Pengelolaan
Pendidikan (Bandung: Pustaka Educa, 2010), 322.
[4] Charles Hoy, dkk., Improving Quality
in Education (London: Falmer Press, 2000), 10.
[5] Mujamil Qomar, Manejemen Pendidikan
Islam (Jakarta: Erlangga, 2007), 81.
[6] Aan Komariah dan Cepi Triatna, Visionary
Leadership: Menuju Sekolah Efektif (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), 44. Lihat
pula, KA. Rahman, “Peningkatan Mutu Madrasah…”, 238-239.
[7]
Sulaiman,
“Pendidikan Madrasah..”, 11.