![]() |
Ilustrasi Peran dan Fungsi Penyuluh Agama Islam. sumber: Pexels/Michael Burrows |
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (QS Al Anbiya’ [21]: 107).
Berdasarkan firman Allah SWT di atas, syi‘ar Islam adalah membawa misi rahmatan li al ‘alamin. Misi ini tidak akan dan boleh berhenti ketika berakhirnya tugas kerasulan Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul akhir zaman. Nabi Muhammad SAW diutus dengan membawa ajaran Islam, maka Islam adalah rahmatan lil’alamin, Islam adalah rahmat bagi seluruh manusia.
Misi yang lebih dikenal dengan
dakwah ini, harus dilanjutkan oleh siapa saja yang menghendaki perubahan ke
arah yang lebih baik untuk mendapatkan kebahagiaan, kesuksesan, kemenangan, dan
kesejahteraan. Tanggungjawab ini bukan hanya berada di pundak orang per orang,
para ulama dan tokoh agama atau lembaga maupun pemerintah tertentu saja, tetapi
menjadi tanggungjawab kita semua sebagai khairul
ummah (umat terbaik) dan ummatan
wasathan (umat pertengahan) (lihat: QS. Al-Baqarah [2] : 143 juga
QS. Ali ‘Imran [3]: 110), yang memiliki tanggungjawab untuk menegakan keadilan,
mengedepankan perbuatan yang baik (ma’ruf)
dan mencegah dari perbuatan munkar serta beriman kokoh kepada Allah SWT.
Orang
yang berupaya dalam mengemban tugas mulia itu dalam Al-Qur‘an disebut dengan da‘i, yang dalam bahasa Indonesia biasanya
disebut dengan “pendakwah”, “mubaligh”,
“ustadz”, “juru penerang” atau
“penyuluh agama”. Latar belakang atau status da‘i bisa saja berbeda, baik dari aspek sosial, pendidikan, dan
sebagainya; bahkan dengan sebutan yang berbeda pula.
Menurut bahasa, penyuluh adalah
kata bentukan dari akar kata “suluh”
yang dapat berarti penerang. Penyuluh berarti orang yang memberikan penerangan.
Menyuluh berarti membuat keadaan dari gelap menjadi terang, remang-remang
menjadi jelas, yang tampak kecil menjadi besar dan yang tampak bercabang jadi
lebih fokus.
Orang yang memberikan penerangan
dan benda (sesuatu) yang menerangi adalah dua hal yang berbeda cara kerja dan
sifatnya, tetapi sama-sama memiliki kapasitas tertentu. Orang yang menjadi
penyuluh lebih bersifat aktif dan dinamis. Sedangkan benda (sesuatu) lebih
bersifat pasif dan statis, sangat bergantung pada manusia di belakangnya.
Penerangan yang diberikan oleh
benda bersifat lafdzi sedangkan
penerangan oleh manusia bersifat ma‘ani.
Cara kerja benda (sesuatu) yang menjadi penerang (penyuluh) seperti: obor/
pelita, lampu listrik atau lilin dapat menjadi pelajaran bagi manusia yang
melaksanakan tugas sebagai penyuluh. Dari sini diperoleh pandangan bahwa
manusia dan benda sebagai penerang (penyuluh) sama-sama dapat ditingkatkan
kapasitasnya.
Di lingkungan Kementerian Agama,
ada namanya Penyuluh Agama pada Kantor Urusan Agama Kecamatan. Penyuluh agama
memiliki tugas dan kewajiban menerangkan segala sesuatu yang berkaitan dengan
agama, hukum halal haram, cara, syarat dan rukun dari suatu pelaksanaan ritual
tertentu, pernikahan, zakat, keluarga sakinah, kemasjidan dan lain sebagainya
(lihat Depertemen Agama RI, 2010: 5).
Adapun yang dimaksud dengan
penyuluh agama sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 791
tahun 1985, adalah:
Pembimbing umat beragama dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Penyuluh Agama Islam, yaitu pembimbing umat Islam dalam rangka pembinaan mental, moral dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT, serta menjabarkan segala aspek pembangunan melalui pintu dan bahasa agama (Depertemen Agama RI, 2007: 8-9).
Dengan demikian, penyuluh agama Islam adalah para juru penerang penyampai pesan bagi masyarakat mengenai prinsip-prinsip dan etika nilai keberagamaan yang baik. Di samping itu penyuluh agama Islam merupakan ujung tombak dari Kementerian Agama dalam pelaksanaan tugas membimbing umat Islam dalam mencapai kehidupan yang bermutu dan sejahtera lahir bathin. Dan hasil akhir yang ingin dicapai, pada hakekatnya ialah terwujudnya kehidupan masyarakat yang memiliki pemahaman mengenai agamanya secara memadai yang ditunjukkan melalui pengamalannya yang penuh komitmen dan konsisten seraya disertai wawasan multi kultural untuk mewujudkan tatanan kehidupan yang harmonis dan saling menghargai satu sama lain.
Maka seorang penyuluh agama
Islam perlu meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan
kecakapan serta menguasai berbagai strategi, pendekatan, dan teknik penyuluhan,
sehingga mampu dan siap melaksanakan tugasnya dengan penuh tanggung jawab
dan profesional dalam rangka mewujudkan khairul ummah dan ummatan washatan.
Sejak semula penyuluh agama Islam berperan sebagai pembimbing umat
dengan rasa tanggung jawab, membawa masyarakat kepada kehidupan yang aman dan
sejahtera. Penyuluh Agama Islam ditokohkan oleh masyarakat bukan karena
penunjukan atau pemilihan, apalagi diangkat tangan suatu keputusan, akan tetapi
dengan sendirinya menjadi pemimpin masyarakat karena kewibawaannya.
Penyuluh agama Islam menjadi tempat bertanya dan tempat mengadu
bagi masyarakatnya untuk memecahkan dan menyelesaikan dengan nasihatnya. Ia
juga sebagai pemimpin masyarakat bertindak sebagai imam dalam masalah agama dan
masalah kemasyarakatan begitu pula dalam masalah kenegaraan dengan usaha
menyukseskan program pemerintah.
Dengan kepemimpinannya, penyuluh agama Islam tidak hanya
memberikan penerangan dalam bentuk ucapan dan kata-kata saja, akan tetapi
bersama-sama mengamalkan dan melaksanakan apa yang dianjurkannya. Keteladanan
ini ditanamkan dalam kegiatan kehidupan sehari-hari, sehingga masyarakat dengan
penuh kesadaran dan keikhlasan mengikuti petunjuk dan ajakan pimpinannya.
Tugas penyuluh agama tidak semata-mata melaksanakan penyuluhan
agama dalam arti sempit berupa pengajian, akan tetapi seluruh kegiatan
penerangan baik berupa bimbingan dan penerangan tentang berbagai program
pembangunan. Posisi penyuluh agama ini sangat strategis baik untuk menyampaikan
misi keagamaan maupun misi pembangunan (Depertemen Agama RI, 2004: 10).
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka
tantangan tugas para penyuluh agama Islam semakin berat, karena dalam kenyataan
kehidupan di tataran masyarakat mengalami perubahan pola hidup yang menonjol.
Dengan demikian “peranan penyuluh agama Islam sangat strategis dalam rangka
membangun mental, moral dan nilai ketakwaan umat serta turut mendorong
peningkaan kualitas kehidupan umat dalam berbagai bidang, baik di bidang
keagamaan maupun pembangunan” (Depertemen Agama RI, 2004: 4).
Dalam masa pembangunan dewasa ini, beban tugas penyuluh agama
Islam lebih ditingkatkan lagi dengan usaha menjabarkan segala aspek pembangunan
melalui pintu dan bahasa agama. Oleh karena itu, penyuluh agama Islam
berperan pula sebagai motivator pembangunan. Peranan ini nampak lebih penting
karena pembangunan di Indonesia tidak semata membangun manusia dari segi
lahiriah dan jasmaniahnya saja, melainkan membangun segi rohaniah, mental
spiritualnya dilaksanakan sejalan secara bersama-sama.
Penyuluh agama Islam selain berfungsi sebagai pendorong masyarakat
untuk berpartisipasi aktif dalam pembangunan, berperan juga untuk ikut serta
mengatasi berbagai hambatan yang mengganggu jalannya pembangunan, khususnya
mengatasi dampak negatif, yaitu menyampaikan penyuluhan agama kepada masyarakat
dengan melalui bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti oleh mereka.
Untuk menuju keberhasilan kegiatan penyuluhan tersebut, maka
perlu sekali profesionalitas penyuluh agama Islam, yaitu memiliki
kemampuan, kecakapan yang memadai sehingga mampu memutuskan dan menentukan
sebuah proses kegiatan bimbingan dan penyuluhan, sehingga dapat berjalan
sistematis, berhasil guna, berdaya guna dalam upaya pencapaian tujuan yang
diinginkan. Dengan demikian, penyuluhan merupakan rangkaian kegiatan atau
proses, dalam rangka mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan ini dimaksudkan
untuk memberi arah atau pedoman bagi gerak langkah kegiatan penyuluhan. Sebab
tanpa tujuan yang jelas seluruh aktivitas penyuluhan akan sia-sia. Secara
global, bahwa tujuan dari dari penyuluhan adalah:
Melaksanakan kegiatan menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang munkar melalui pelaksanaan pengajian, mengajak umat manusia yang sudah
memeluk agama Islam untuk meningkatkan taqwanya kepada Allah SWT, membina
mental keagamaan umat Islam sebagai jema`ah majelis, mengajak umat manusia yang
belum beriman agar beriman kepada Allah SWT, mendidik dan membina serta
mengajarkan ajaran agama Islam kepada jama‘ah, memperbaiki akhlak umat, melalui siraman rohani ceramah agama
dalam setiap pengajian.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tujuan dari penyuluhan
adalah mengajak manusia kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang
munkar, dan menanamkan akhlak yang luhur dan mulia serta meningkatkan kemajuan
ilmu pengetahuan dan keterampilan jama‘ah, membangun kesadaran beragama yang
moderat, memberantas kebodohan umat Islam
agar memperoleh kehidupan yang bahagia dan sejahtera yang diridhai oleh
Allah SWT. Peran ini, relevan untuk mewujudkan apa yang kita ingin capai bersama yaitu,
“khairul ummah” dan “ummatan washatan.”***