Mencapai kesemuanya itu, tentu bukan
perkara mudah. Untuk tujuan tersebut diperlukan langkah-langkah strategis.
Salah satunya adalah bagaimana pendidikan karakter dapat menjadi “ruh” dari
perguruan tinggi. Ini berarti pula, pada perguruan tinggi, pendidikan karakter
mestinya dapat membingkai dan menjiwai kerja-kerja tridharma perguruan tinggi yaitu
pembelajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Dengan kata lain,
kerja-kerja tridharma perguruan tinggi tersebut hendaknya bisa berkorelasi
dengan kerja-kerja membangun karakter.
Mengapa Penting?
Di tengah-tengah masyarakat yang
cenderung hedonis, program membangun karakter di perguruan tinggi hendaklah
memuat usaha untuk membantu para mahasiswa melihat kenyataan secara kritis. Membangun
karakter di perguruan tinggi ini tercakup dalam tri dharma perguruan tinggi,
yakni: pertama, pendidikan dan pengajaran; kedua,
penelitian dan pengembangan; dan ketiga, pengabdian pada masyarakat.
ketiga fungsi perguruan tinggi tersebut hendaknya dapat dikembangkan secara
simultan dan bersama-sama.
Kegiatan penelitian dan pengembangan
hendaknya menjunjung tinggi kegiatan pendidikan dan pengajaran serta kegiatan
pengabdian pada masyarakat. Kegiatan penelitian diperlukan untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan penerapan teknologi. Untuk dapat melakukan penelitian
diperlukan adanya tenaga-tenaga ahli yang dihasilkan melalui proses pendidikan.
Selanjutnya, ilmu pengetahuan yang dikembangkan sebagai hasil pendidikan dan
penelitian itu hendaknya dapat diterapkan melalui kegiatan pengabdian pada
masyarakat sehingga masyarakat dapat memanfaatkan dan menikmati kemajuan-kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut.
Dari sini semakin jelaslah hubungan
antara masing-masing tri dharma perguruan tinggi. Kerja-kerja tri dharma
perguruan tinggi ini dilakukan tetap berada dalam koridor kepentingan membangun
karakter mahasiswa.Dalam menjalankan kerja-kerja tri darma perguruan tinggi tersebut,
kegiatan mahasiswa diklasifikasikan ke dalam dua bentuk yaitu intrakurikuler
dan ekstrakurikuler.
Kegiatan intrakurikuler adalah kegiatan
yang dilaksanakan dalam rangka mewujudkan program pendidikan yang telah
tersusun pada kurikulum program studi. Sementara kegiatan ekstrakurikuler
merupakan kegiatan di luar jam pelajaran biasa (termasuk dalam waktu libur)
yang dilakukan di kampus ataupun di luar kampus dengan tujuan menumbuhkan dan
meningkatkan kompetensi/ karakter mahasiswa mengenai hubungan antara berbagai
mata kuliah, menyalurkan bakat dan minat, meningkatkan kesejahteraan dan
menumbuhkan kepekaan sosial serta melengkapi upaya mewujudkan manusia
seutuhnya. Sementara kegiatan pada unit kegiatan mahasiswa adalah kegiatan
kemahasiswaan yang meliputi: penalaran dan keilmuan, minat dan kegemaran, upaya
perbaikan kesejahteraan mahasiswa, dan sosial kemasyarakatan. Tujuan
kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang dimaksud di sini adalah untuk memperluas wawasan,
menyalurkan bakat minat, serta pembentukan karakter seutuhnya sesuai dengan
tujuan pendidikan tinggi. Kegiatan penalaran merupakan bagian dari
kegiatan ekstrakurikuler yang menampung dan membentuk mahasiswa dalam
meningkatkan dirinya sebagai mahasiswa pemikir, kreatif dan inovatif dalam
rangka mengembangkan ilmu pengetahuan, seni dan teknologi untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Contoh: diskusi ilmiah, seminar ilmiah, kegiatan
bakti sosial, dan sebagainya.
Baik kegiatan intrakurikuler dan ekstrakurikuler
yang merupakan implementasi dari tri darma perguruan tinggi, diharapkan
mahasiswa dapat mengedepankan dan menggunakan rasionalitas dalam berpola pikir,
berpola wicara, dan berpola perilaku. Kerja-kerja tri dharma perguruan tinggi sebagaimana
di atas positif dalam membangun karakter pada mahasiswa. Karena melalui
kerja-kerja tri dharma perguruan tinggi, mahasiswa dapat disiapkan dan
diberdayakan agar mampu mempunyai kualitas karakter dan keunggulan daya saing
guna menghadapi tuntutan, kebutuhan, serta tantangan dan persaingan dalam
kehidupannya.Menilik peran dan fungsi mahasiswa yang begitu strategis,
mahasiswa perlu memiliki karakter yang kuat.
Betul bahwa karakter seorang mahasiswa
tidaklah dapat dibentuk secara otomatis; sim salabim. Seorang
mahasiswa yang mengenyam dan menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi
misalnya, tidak serta merta memiliki karakter unggul secara otomatis setelah
menyelesaikan pendidikan tinggi mereka. Kata kuncinya adalah proses yang
berkelanjutan.Meskipun demikian, bukan berarti karakter mahasiswa tidak dapat
berkembang selama mengikuti pendidikan di perguruan tinggi, karena karakter
seseorang dapat ditumbuhkan secara perlahan dan berkelanjutan melalui proses
pendidikan.
Mengevaluasi Kurikulum
Agar alumni-alumni perguruan tinggi
kita tidak hanya unggul dan berdaya saing, atau mampu menjadi tenaga kerja
produktif pada berbagai bidang, tetapi juga mempunyai karakter, maka pada ranah
ini perlu diperlukan pembenahan kurikulum. Kerja-kerja untuk membenahi
kurikulum pendidikan tinggi ini dalam rangka memuluskan cita-cita membumikan
pendidikan karakter di perguruan tinggi. Hal ini penting diperhatikan, baik
oleh perguruan tinggi maupun pemerintah (yang dalam hal ini Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan).
David Joseph Schwartz (1927-1987)
mengatakan bahwa perguruan tinggi, dapat menggunakan kekuatan
kurikulumnya, khususnya efek baiknya, untuk membentuk pemikiran dan karakter
mahasiswanya. Kurikulum ini tidak saja membentuk intelectual
habits namun juga moral habits mahasiswa. Saat ini
yang diperlukan oleh perguruan tinggi adalah kurikulum pendidikan yang
berkarakter; dalam arti kurikulum perguruan tinggi itu sendiri memiliki
karakter, dan sekaligus diorientasikan bagi pembangunan karakter mahasiswa.
Perbaikan kurikulum perguruan tinggi
dengan demikian menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kurikulum itu
sendiri (inherent), bahwa suatu kurikulum yang berlaku harus secara
terus-menerus dilakukan peningkatan dengan mengadopsi kebutuhan yang
berkembang. Terpenting pula bagi sebuah kurikulum adalah kemampuan suatu
kurikulum dalam mengadaptasi perkembangan yang terjadi dalam masyarakat dan
menerapkannya dalam proses pendidikan.Konsepsi kompetensi mahasiswa yang
diharapkan dari suatu kurikulum di perguruan tinggi yang terutama adalah
melakukan sesuatu sesuai konteks dan secara kreatif. Isi (content) kurikulum
di perguruan tinggi haruslah merupakan usaha-usaha yang terarah dan terpadu
untuk membangun sikap mental mahasiswa yang memiliki karakter dan mampu
membangun peradaban bangsanya sendiri. Selebihnya adalah pengkondisian
nilai-nilai karakter melalui budaya kampus.***