Secara antropologis,
agama beririsan dengan ide dan kepercayaan manusia tentang Tuhan dan konsekuensinya
dengan bagaimana manusia tersebut merasakan dan berbuat sejalan dengan ide dan
kepercayaan tersebut. Ide dan kepercayaan seputar ini, kemudian berimplikasi
pada etos, sebagai sekumpulan aturan, nilai-nilai, kesadaran, sifat dan emosi,
serta apapun yang berhubungan dengan estetika. Sehingga, bisa dikatakan soalan
etos ini sangatlah kontekstual, bergantung dari di mana pemahaman terhadap
suatu agama dibangun.
Adalah Clifford
Geertz, seorang antropolog yang hasil penelitiannya seputar keberagamaan
masyarakat yang banyak dirujuk. Geertz, yang lahir 23 Agustus 1926 dan wafat 30
Oktober 2006, dengan demikian meninggal di usia 80 tahun, yang menurut pengakuannya
sendiri dari umurnya yang Panjang, 10 tahun lebih dihabiskannya untuk aktifitas
penelitian lapangan di Jawa, Bali dan Maroko. Selanjutnya, 30 tahun dari
umurnya ia gunakan untuk menulis dan mendesiminasikan hasil-hasil penelitian
antropologisnya seputar keberagamaan di sana. Niatannya sebagai
antropolog hanya untuk menyampaikan pesan-pesan penting studi kebudayaan pada
orang lain.
Geertz belajar disiplin
keilmuan antropologi di Universitas Harvard, tepatnya pada Departement of
Social Relations yang didirikan oleh Clyde Kluckhon bersama beberapa tokoh
lainnya. Geertz menulis disertasinya di bawah bimbingan Cora DuBuois, tentang
keberagamaan di Jawa pada tahun 1952, dan menyelesaikan disertasi dan studi
Doktoralnya pada 1956 dengan disertasi yang diterbitkan dalam judul
The Religion of Java.
Geertz terkenal dan
popular di Indonesia karena penelitian antropologis yang dilakukannya tentang
masyarakat di Jawa dan Bali. Penelitian antropologisnya seputar masyarakat di
Jawa dan Bali ini menghasilkan beberapa buku penting, yang mana pokok kajiannya
meliputi politik aliran (abangan, santri, priyayi), keberagamaan di Jawa, watak
perkotaan di Jawa sebagai hollow town dan bukannya solid town, perbandingan keberislaman di Indonesia dan Islam
Maroko (antara the scope religion dan the force religion), perbandingan antara etos dan praktik
perdagangan di Jawa dan Bali (antara individualisme pasar dan rasionalisme
ekonomi di pihak lain), politik klasik di Bali yang dirumuskannya sebagai theatre
state serta apa yang ditinggalkan oleh Hinduisme
dalam praktik keagamaan di Jawa dan Bali. Bahasan karya-karya Geertz itulah
yang menurut penulis membuat beliau penting di Indonesia.
***
Dalam
bukunya, Islam Observed, Geertz menjelaskan secara panjang lebar
tentang etos, perbedaan nilai dan perasaan-perasaan yang muncul dalam kedua
kebudayaan yang berbeda, yaitu pemeluk agama di Maroko yang sangat aktif dan
agresif dengan pemeluk agama di Indonesia yang pasif dan dinamis. Geertz
mendiskusikan perayaan Rangda dan Barong di Bali dari sudut pandangnya sebagai
antropolog. Pada saat itu pula, Geertz dengan panjang lebar mendiskusikan
tentang etos masyarakat Bali yang umumnya memeluk Hindu, yang mana etos
tersebut menurutnya mengkombinasikan antara perasaan yang dipenuhi oleh horor
dan kegembiraan, penuh rasa takut sekaligus komedi yang menggelikan selama perayaan
berlangsung.
Geertz memang banyak berperan dalam
mengisi teori-teori antropologi yang berdasarkan pada hasil-hal penelitian antropologisnya
di lapangan. Geertz mempunyai pandangan bahwa kumpulan pemikiran subjektif dari
orang-orang dapat dibangun untuk memperoleh keseluruhan pemahaman pada sebuah
objek yang sedang diteliti, termasuk keberagamaan. Geertz berkeyakinan bahwa
pengalaman atau ekspresi keagamaan sejatinya muncul dari kemampuan seseorang
dalam membangun ekspresi mereka tentang Tuhan dan ajaran-ajaran agamanya, yang
disebut Geertz sebagai sistem simbol.
Seperangkat
simbol keagamaan ini tidak hanya menyediakan “model untuk” (model for)
dunia yaitu petunjuk untuk hidup di dalam ajaran agama, tetapi juga “model dari”
(model
of) dunia yaitu suatu penjelasan agama tentang tatanan yang tampak
berurat-berakar dalam struktur alam semesta. Jadi bagi Geertz, agama bagi pemeluknya
mengekspresikan dan membentuk dunia di mana manusia hidup di tempat yang
berbeda-beda, dengan cara yang fundamental dan ultim. Memakai pengertian agama
semacam ini, seorang antropolog dapat mendekati situasi apapun dalam bahasanya
sendiri. Perubahan dalam mode of thought keagamaan, yang
dikedepankan Geertz menurut Marilyn dapat dijelaskan oleh semua perubahan
kultur dan material yang lebih luas sehingga dapat mempengaruhi kontruksi
sosial keberagamaan sebagai sistim simbol.
***
Agama Islam yang dibawa oleh Nabi
Muhammad SAW, melalui pemikiran Geertz ini, dengan demikian juga bagian dari
sistim simbol. Maksudnya, dalam usaha menerjemahkan Islam dalam konteks
sosial-politik di masa hidupnya, Nabi tentu banyak menghadapi keterbatasan.
Nabi Muhammad SAW memang berhasil menerjemahkan cita-cita sosial dan spiritual
Islam di masa hidupnya, tapi Islam sebagaimana diwujudkan di sana adalah Islam
historis, partikular dan kontekstual. Kebutuhan akan Islam saat ini tentu saja
berbeda dengan kebutuhan akan Islam pada saat agama ini muncul.
Maka sebagai muslim di Indonesia kita harus menyadarinya, dan harus berani berijtihad mencari formula baru dalam menerjemahkan nilai-nilai itu dalam konteks kehidupan mereka sendiri. Islam di tempat kelahirannya Arab, adalah salah satu kemungkinan menerjemahkan Islam yang universal di muka bumi. Pada konteks ini Islam di Indonesia semestinya dapat dipahami secara moderat, dalam pengertian tidak diperlakukan sebagai pemahaman yang beku, namun cair dan dinamis. Sehingga, ada kemungkinan menerjemahkan Islam dengan cara yang lain, dalam konteks yang lain pula. Islam di tempat kelahirannya Arab adalah one among others, salah satu jenis Islam yang hadir di muka bumi. Bukankah demikian?***